Gold Price

Category

Search This Blog

Sunday, July 25, 2010

Cepat Mendengar – Lambat Berbicara



Oleh: Karya Bakti Kaban, Majalah MDI News Edisi Oktober 2009






Konon didongengkan pada zaman dahulu kala, saat membuat manusia, sang dewa berpikir keras saat akan menempatkan 2 perlengkapan (onderdil) akhir yang masih tertinggal dari tubuh manusia. Yang pertama adalah mulut dan yang kedua adalah telinga. Ia mencoba untuk menempatkan mulut di kening si manusia, namun ada masalah saat dites suaranya agak sulit didengar dan satu lagi kalau berbicara mesti agak sedikit membungkuk.


Akhirnya mulut coba dipindahkan ke belakang kepala, namun ternyata ada masalah lagi yaitu jika berbicara selain suara tidak terlalu terdengar, juga tidak sopan karena selalu membicarakan lewat belakang. Akhirnya mulut dipindahkan lagi dan diletakkan di depan dan di bawah hidung seperti yang saat ini, dan inilah ternyata tempat yang tepat untuk mulut.


Kemudian berikutnya sang dewa mulai menyusun telinga. Dia buat 2 buah telinga yang simetris baik secara bentuk maupun ukurannya, lalu berikutnya penempatannya. Pertama telinga ditempatkan di atas kepala, namun ternyata tidak efektif karena telinga jadi sulit mendengar. Lalu telinga di tempatkan belakang kepala, ternyata sama saja kejadiannya yaitu terjadi kesulitan lagi dalam mendengar. Akhirnya telinga ditempatkan di samping kiri dan kanan, letaknya juga dibuat simetris seperti yang saat ini.


Dongeng di atas hanyalah sebuah cerita, namun ada pesan yang disampaikan dari cerita di atas antara lain bahwa mulut diletakkan di depan, hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia seharusnya jika berbicara selalu di depan, tidak di belakang artinya jika kita berbicara mesti bertanggung jawab dan bukan membuat pernyataan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.


Jumlah mulut juga dibuat satu, tetapi telinga ada dua, maksudnya adalah bahwa kita sudah seharusnya selalu mendengar 2 kali lebih banyak dari berbicara dan bukan sebaliknya. Artinya setiap kita akan berkata-kata, maka sudah seharusnya kita memikirkannya terlebih dahulu, menganalisa terlebih dahulu dan mendengarkan terlebih dahulu sebelum menjawab.


Seorang pemimpin sudah seharusnya begitu. Sebelum mengambil keputusan (berbicara) maka seharusnya sudah mempertimbangkan baik-baik segala keputusan yang akan diambil dengan cara mendengarkan dahulu dari pihak-pihak lain. Berapa banyak dari kita yang terkadang langsung berbicara tanpa memikirkan dan mempertimbangkan terlebih dahulu. Berapa banyak dari kita yang terkadang tidak sadar bahwa ucapan kita bukan menguatkan ataupun memotivasi orang, tetapi justru menyakiti orang lain.


Terkadang kita sebagai orang tua tidak sadar dalam mendidik anak terlanjur mengeluarkan kata-kata yang tidak dipikirkan secara matang terlebih dahulu, misalnya saat anak berbuat kesalahan, kita mengatakan ’dasar anak nakal’, ’anak tidak terpelajar’ dan sebagainya. Jika nilai anak rendah kita dengan tidak segan-segan mengucapkan ’bodoh’, ’tidak berpikir’ dan sebagainya. Dengan pembantu yang berbuat sedikit kesalahan, kita langsung membentak dengan memberikan ucapan-ucapan yang menghina, misalnya ’dasar pembantu’, ’apa kamu pikir kerusakan itu bisa kamu bayar dengan gaji kamu’ atau banyak kata-kata lainnya yang sudah pasti membuat orang menjadi tersinggung dan tidak memotivasi mereka. Dengan bawahan kita yang berbuat salah terkadang kita dengan tanpa merasa bersalah mengatakan ’masa itu saja tidak bisa kamu kerjakan’, atau ’kamu bisanya apa sih’ dan seterusnya. Dengan teman-teman, dengan tetangga, saudara dan yang lainnya mungkin kita juga terkadang tanpa sadar berbicara dengan tanpa memikirnya terlebih dahulu.


Apakah kita menyadari bahwa kita berbicara mungkin hanya sebentar atau sedikit namun pengaruh secara psikologis akan sangat besar dan berdampak lama dan terkadang bahkan bisa menyebabkan luka batin. Mungkin sudah banyak cerita dan kasus yang kita baca atau dengar tentang hal ini, bagaimana seorang anak yang tidak PD setelah besar, menjadi pemarah, menjadi budak narkoba; bagaimana seorang pembantu yang akhirnya tega membawa lari anak majikannya, merampok bahkan sampai membunuh majikannya; bagaimana seorang bawahan yang frustasi atau malahan menjadi cuek dengan atasannya atau banyak kejadian-kejadian lainnya. Cepat mendengar, lambat berbicara adalah salah satu kata-kata bijak yang sagat tepat dan seharusnya bisa kita terapkan baik di dalam keluarga kita, didalam kehidupan sosial maupun di kehidupan profesional (baca: pekerjaan) kita.


Kita memiliki 2 telinga sehingga sudah seharusnya kita mendengar lebih banyak sehingga bisa lebih peka dan bisa memperoleh informasi lebih banyak. Telinga berada di kiri kanan dengan bentuk yang simetris sehingga seharusnya kita mendengar dari semua sisi dengan adil dan merata. Selain itu setelah mendengar, maka suara akan masuk ke dalam kepala dan akan melewati otak yang artinya setelah kita dengar maka seharusnya yang kita dengar kita cerna dan analisa dengan pikiran kita sebelum menjawab atau berbicara. Setelah proses mendengar dan menganalisa, maka selanjutnya kita baru berbicara, ini yang dimaksud dengan lambat berbicara, artinya sebelum berbicara kita seharusnya menganalisanya terlebih dahulu.


Namun harus juga disadari bahwa untuk kondisi-kondisi tertentu, kita bisa saja cepat berbicara, khususnya yang berhubungan dengan keadilan dan kepentingan orang banyak. Pepatah juga mengatakan ’mulutmu adalah harimaumu’. Pepatah ini sangat benar adanya. Berapa banyak kita mengalami kegagalan dikarenakan mulut kita, berapa banyak hubungan kita renggang karena mulut kita, berapa banyak masalah yang tidak seharusnya timbul namun ternyata terjadi oleh karena mulut kita. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kita menjaga mulut kita, jangan sampai harimau kita justru membangunkan harimau orang lain (baca: mulut orang lain).


Hidup ibarat transaksi di bank, dimana ada slip setoran (biasanya berwarna biru atau hitam) dan ada slip tarikan (biasanya berwarna merah). Sebaiknya dalam hidup, dalam berhubungan dengan orang lain kita bisa lebih banyak menanamkan atau memberikan slip setoran (yang terdiri dari kebaikan, menepati janji, memenuhi harapan, kesetiaan, pernyataan maaf dan sebagainya) dibandingkan dengan slip tarikan (misalnya ketidak baikan, kemunafikan, gosip, keangkuhan, menyatakan harapan namun tidak menepati dan sebagainya). Semakin banyak slip setoran maka semakin dipercayalah kita.


Semoga sedikit tulisan ini bisa membuat kita lebih baik dan berhati-hati dalam berbicara, semoga!


Salam luar biasa! (KB)








sumber

0 comments:

Post a Comment