Category
ACCOUNTING
(1)
AUTOMOTIVE
(4)
COMPUTER
(82)
EBOOK
(1)
ELECTRONICS
(5)
ENVIRONMENT
(1)
FINANCIAL
(1)
HEALTH
(265)
INFO
(6)
LAW
(1)
MANAGEMENT
(8)
MOBILE DEVICES
(14)
MORAL STORIES
(62)
NETWORK
(2)
OTHERS
(24)
PHILOSOPHY
(1)
PSYCHOLOGY
(19)
SCIENCE
(6)
Search This Blog
Friday, July 9, 2010
Antara Kakek, Cucu dan Keledai
Di sebuah desa tinggallah seorang Kakek bersama dengan Cucunya. Sang Kakek telah lama memelihara seekor keledai yang selama ini membantunya mengangkut kayu bakar untuk dijual di pasar. Keledai itu merupakan keledai yang Sangat rajin membantu tuannya. Namun akhir-akhir ini, keledai itu sudah tidak kuat bekerja sebagaimana sebelumnya, karena umurnya yang sudah tua.
Keadaan ini membuat Sang Cucu kasihan melihat keadaan Kakeknya yang harus bekerja lebih keras, karena keledai tua itu sudah tidak mampu bekerja sementara makannya banyak. Melihat hal itu, Sang Cucu mengusulkan kepada Kakeknya untuk menjual keledai itu, dan uang penjualan itu akan dipakai untuk membeli keledai yang masih muda dan kuat bekerja. Dan usulan tersebut disetujui oleh Sang Kakek.
Keesokan harinya, berangkatlah Sang Kakek bersama Cucunya sambil menuntun keledai tua itu. Di tengah perjalan mereka bertemu dengan sekelompok orang yang sedang duduk di pinggir jalan. Salah satu dari orang-orang itu berkata kepada rekan-rekannya: “Eh teman-teman, lihatlah dua orang gila itu”, sambil menunjuk ke arah Kakek dan Cucu yang sedang menuntun keledai, “keledai kan untuk ditunggangi bukan dituntun. Wah, mereka benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya.” Teman-temannya yang lain, tersenyum dan mengiyakan yang dikatakan oleh teman mereka.
Mendengar hal itu, Sang Cucu berkata kepada Kakeknya: “Kek, benar ya apa yang dikatakan oleh orang-orang tadi. Keledai kan untuk ditunggangi. Kalau begitu Kakek aja yang naik, biar saya yang menuntunnya”. Sambil menyilakan Kakeknya naik ke atas punggung keledai tersebut. “Baiklah Cucuku”. Jawab Sang Kakek.
Namun tidak lama berselang setelah kejadian tadi, mereka kemudian menjumpai seorang laki-laki yang sedang berjalan sendiri. Laki-laki itu datang mendekati mereka dan berkata: “Bagaimana mungkin engkau akan dikatakan sebagai Kakek yang baik sementara Cucumu berjalan menuntun keledai sedangkan engkau hanya duduk enak-enakan di atas punggung keledai itu ? Kata laki-laki itu sembari pergi tanpa permisi kepada Sang Kakek dan Cucunya.
Memikirkan hal itu, Sang Kakek kemudian berkata kepada Cucunya: “Cucuku, naiklah engkau ke atas punggung keledai ini biarkan Kakek yang menuntunnya”. Sambil ia turun dari keledai itu dan menaikan Cucunya ke atas punggung keledai.
Setelah melewati sebuah desa berikutnya, mereka menemui para orang tua yang sedang berkumpul. Salah seorang yang paling tua di antara mereka, berkata: “Anak-anak sekarang memang sudah tidak pernah tau bagaimana menghormati orang tua. Masa dia duduk di atas dengan santainya sementara Kakeknya berjalan menuntuk keledai tua itu.”
Mendengar hal itu, Sang Cucu memberhentikan keledainya dan berkata kepada Kakeknya: “Kek, yang mana sih sebenarnya yang baik ?” Sambil bingung memikirkan apa yang baru saja di ucapkan oleh lelaki dewasa tersebut. “Kalau begitu kita tunggangi bersama-sama”.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan itu hingga mereka sampai di sebuah perkampungan. Di kampung tersebut mereka bertemu dengan seorang pecinta binatang dan menahan mereka. Pecinta binatang tersebut menegur mereka : “Wahai Kakek dan engkau anak muda, apakah kalian tidak memiliki perikehewanan sehingga kalian menaiki keledai yang sudah tua itu? Kalian memang tidak memiliki kasih sayang terhadap keledai yang sudah membantu kalian selama ini”.
Mendengar teguran seperti itu, Sang Kakek dan Cucu itu merasa kasihan dan turun dari punggung keledai. Sang Kakek kemudian berkata : “Cucuku, mungkin kita harus melakukan sesuatu untuk menghormati keledai yang telah membantu kita selama ini sebelum kita jual”.
“Apa yang harus kita lakukan, Kek? Tanya Sang Cucu.
“Kita pikul saja bersama-sama”. Kata Sang Kakek
Tidak lama setelah itu mereka pun kemudian memikul keledai itu. Namun sesampainya di jembatan gantung Sang Kakek dan Cucu kesulitan membawa keledai itu karena jembatannya terus bergoyang. Semakin mereka ke tengah semakin jembatan itu bergoyang. Hingga mereka tidak bisa menjaga keseimbangan. Akhirnya, mereka bukannya mendapatkan uang, sebaliknya mereka harus jatuh ke sungai sementara keledainya langsung mati.
INSPIRASI Yang bisa kita ambil
Betapa banyak kita hidup dalam dunia omongan orang lain. Kita sudah tidak menjadi diri kita sendiri. Kehidupan kita merupakan kehidupan yang dibentuk oleh orang lain. Kita tidak memiliki kuasa atas diri kita sendiri. Bahkan ironisnya keputusan-keputusan yang kita buat bukan lagi keputusan kita sendiri tetapi keputusan orang lain yang mengatasnamakan diri kita. Saya pernah membaca bahwa orang-orang besar yang telah mampu membuat perubahan besar dalam kehidupan mereka karena mereka berani membuat keputusan atas nama dirinya sendiri dan siap dengan segala resiko yang akan diterimanya.
Yang harus diingat bahwa kita sedang menjalani kehidupan kita sendiri bukan kehidupan orang lain, sehingga orang lain sesungguhnya tidak punya hak untuk mengatur kehidupan kita seperti ini dan itu. Kita seharusnya memiliki kuasa penuh atas semua kehendak, pemikiran, keinginan, dan kehidupan kita masing-masing. Tetapi memang kadang-kadang kuasa ini tergerus oleh berbagai kepentingan yang ada di sekeliling kita entah itu kita sadari maupun tidak.
Untuk menikmati hidup kita, maka mau tidak mau kita harus memiliki kehidupan kita sendiri. Bagaimana kita bisa menikmati kehidupan ini jika kita tidak memiliki kuasa atas diri kita. Salah seorang trainer saya pernah mengatakan, “Anda harus menjadi raja bagi diri Anda sendiri, baru Anda dapat menentukan arah hidup Anda.” Dengan kata lain untuk mengemudikan kapal kita, kita harus menjadi nahkoda dari kapal itu, bukan dengan menjadi penumpangnya atau bahkan pekerjanya.
Satu hal yang dapat menjadi inspirasi bahwa, kehidupan ini hanya berjalan sekali, berlaku sekali pakai, tidak bisa diulang kembali atau diisi ulang kembali jika masa tenggangnya telah berakhir. Karena ia berjalan sekali, maka sudah selayaknya kita memikirkan kembali kehidupan kita agar berjalan sesuai dengan kehendak kita, sehingga suatu saat kita tidak akan pernah menyesal dan menyalahkan orang lain atas kehidupan yang kita jalani. Bahagianya adalah jika kita berhasil meraih kesuksesan dalam kehidupan ini, semuanya merupakan hasil dari keputusan kita. Dan jika pun gagal, itu juga kesalahan kita bukan orang lain.
Sebagai inspirasi akhirnya, saya ingin menunjukkan kiasan sederhana: Mungkinkah seorang pemain bola dapat memasukkan bolanya ke gawang jika ia mengikuti kata-kata penontonnya? Penonton sebelah utara mengatakan: bawalah bolanya ke arah kiri lalu ke tengah dan tendang ke gawangnya. Sebaliknya penonton sebelah selatan mengatakan: jangan dibawa ke kiri tapi ke kanan, lalu operkan ke temanmu, biarkan temanmu yang mengisinya. Penonton yang lain mengatakan: jangan, jangan dibawa ke kanan atau ke kiri, lurus saja, lari dengan cepat, lalu tendang dengan keras ke arah gawang. Penonton yang lain mengatakan: lepaskan bola itu ke arah temanmu, lalu larilah kamu dengan cepat ke arah gawang, tunggu operan dari kawanmu.
Coba bayangkan situasinya jika pemain itu hanya mendengarkan omongan dari para penonton itu? Kemungkinan besar bola itu sudah diambil oleh pemain lawan. Dalam situasi apapun, kita harus memiliki keputusan sendiri. Omongan orang lain hanyalah bahan untuk membuat pertimbangan dan keputusan. Bukan mereka yang membuat keputusan untuk diri kita.
Jadilah diri sendiri bukan dengan menjadi orang lain.
Hiduplah dalam kehidupan sendiri bukan kehidupan orang lain.
Buatlah keputusan Anda sendiri jangan biarkan orang lain memutuskan kehidupan Anda. Pilihlah kehidupan Anda jangan biarkan orang lain memilihkan kehidupan seperti apa yang harus Anda jalani. Hanya Anda yang tahu diri dan kehidupan Anda, bukan orang lain. Jika memang demikian, kenapa harus membiarkan orang lain mengatur kehidupan Anda. Anda punya kuasa atas diri Anda, maka jadilah raja bagi diri Anda sendiri.
Sumber
Labels:
MORAL STORIES
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment