Gold Price

Category

Search This Blog

Sunday, June 27, 2010

Penanganan Serangan Gout Akut

Oleh: Veronika, 28-Apr-2008 ( Sumber:  http://goo.gl/Vs4L )

  
Penanganan Serangan Gout Akut

 
Kalbe.co.id - Artritis gout merupakan penyakit peradangan sendi yang paling banyak terjadi pada pria berusia >40 tahun. Serangan akut gout ditandai dengan onset-nya yang cepat dan rasa nyeri yang semakin bertambah.

Selama stadium akut gout, pasien mengalami rasa nyeri yang hebat yang ditandai dengan kemerahan, rasa panas, pembengkakan dan penurunan jangkauan gerak dari sendi yang terkena. Serangan awal pada fase akut biasanya mengenai satu persendian (monoartikular).

Sendi metatarsofalangeal I merupakan sendi pertama yang terkena serangan akut gout pada sekitar 50% dari seluruh jumlah pasien gout. Persendian lain yang dapat terkena (berdasarkan urutan yang paling sering terkena) adalah mata kaki, tumit, pergelangan, jari-jari, dan siku.

Gejala dan tanda sistemik lain yang dapat menyertai serangan akut gout adalah kelelahan, demam, dan mengigil. Lamanya serangan akut pada gout yang tidak diobati bervariasi dari hanya beberapa jam hingga bertahan selama beberapa hari.

Tiga tahap dalam penanganan gout adalah sebagai berikut :

  • Mengobati serangan gout akut.
  • Menurunkan penyimpanan asam urat yang berlebihan untuk mencegah deposisi urat pada jaringan dan mencegah flares artritis gout.
  • Memberikan profilaksis untuk pencegahan flares akut.


Penanganan Serangan Akut Gout
Tujuan penanganan pada serangan akut gout adalah penghentian rasa nyeri dan inflamasi secara tepat dan aman. 

Serangan gout akut biasanya ditangani dengan pemberian obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) dan/atau colchicine. Terapi lainnya yang dapat digunakan adalah :
  • Pemberian kortikosteroid intraartikular saat infeksi yang ada sudah ditangani.
  • Pemberian kortikosteroid oral atau intravena pada pasien dengan kontraindikasi pemberian NSAID.
  • Pemberian injeksi intramuskular atau subkutan kortikotropin.
Penanganan serangan akut gout dapat melalui 2 pendekatan, yaitu :


1) Penanganan non-farmakologis
Diet. Konsumsi daging dan kerang-kerangan tinggi purin telah dihubungkan dengan peningkatan resiko gout, namun konsumsi sayur-sayuran kaya akan purin, seperti bayam tidak dihubungkan dengan peningkatan resiko gout. Keuntungan diet rendah kalori dan karbohidrat serta tinggi protein dan lemak tak jenuh adalah memperbaiki sensitivitas insulin, penurunan kadar insulin plasma, dan peningkatan ekskresi urat melalui ginjal bersamaan dengan penurunan kadar urat serum. 


Konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol juga terkait erat dengan gout. Beberapa faktor yang mendasari hubungan ini adalah : asidemia laktat transien akibat kadar alcohol yang berlebihan akan menurunkan ekskresi urat melalui ginjal; konsumsi alcohol jangka panjang merangsang produksi purin; bir mengandung purin; dan minuman yang terkontaminasi timbal (contoh, moonshine) akan menurunkan ekskresi urat.


Hipertensi. Hipertensi akan menurunkan ekskresi urat melalui ginjal yang akan menimbulkan hiperurisemia. Thiazide dan loop diuretic, yang sering digunakan dalam penanganan hipertensi, akan meningkatkan kadar urat serum dengan mempengaruhi transpor ion tubular ginjal dan akan menyebabkan deplesi volume, yang akhirnya menimbulkan reabsorpsi urat oleh proximal convoluted tubule (PCT).    


Gerakan sendi dapat meningkatkan inflamasi yang terjadi, dimana pengistirahatan sendi yang terkena mempercepat penyembuhan. Kebutuhan menggunakan obat-obatan berkurang pada pasien yang dapat mengistirahatkan sendi yang terkena selama 1-2 hari. 


Pemberian kompres dingin pada sendi yang terkena dapat berguna sebagai terapi tambahan pada serangan akut gout. 


2) Penanganan farmakologis
Colchicine dan NSAID merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam penanganan serangan gout akut.  Di AS, kombinasi terapi dalam penanganan serangan gout akut yang paling banyak digunakan pada individu yang tidak memiliki penyakit penyerta lainnya adalah :
  • NSAID dengan kortikosteroid intraartikular (43%)
  • NSAID dengan kortikosteroid oral (33%)
  • NSAID dengan colchicines oral (32%)
  • NSAID saja (27%)
  • Di AS, terapi tunggal dalam penanganan serangan gout akut yang paling banyak digunakan pada individu yang tidak memiliki penyakit penyerta lainnya adalah NSAID (77%), injeksi kortikosteroid intraartikular (47%), prednisone oral (42%), colchicine oral (37%), triamcinolone intramuskular (11%), kortikotropin intramuskular (5%), dan colchicine intravena (4%).

 
a. Colchicine oral
Mekanisme kerja secara jelas bagaimana colchicine dapat mengurangi rasa nyeri akibat gout tidak diketahui sampai sekarang. Namun, diduga rasa nyeri dapat dikurangi karena efek farmakologik colchicine yang terikat pada dimer tubulin. Colchicine juga diduga terlibat dalam berbagai macam fungsi leukosit, termasuk diapedesis (pergerakan ameboid), mobilisasi, degranulasi lisosomal, dan yang paling penting terlibat dalam kemotaksis leukosit. 

Absorpsi colchicine oral cepat namun tidak sempurna (waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum 2 jam; bioavailabilitas 25-50%). Mula kerja colchicine (mengurangi rasa nyeri akibat gout) sekitar 8 jam dengan pemberian intravena dan sekitar 24 jam dengan pemberian oral. Waktu paruh colchicine setelah pemberian oral pada pasien dengan fungsi ginjal dan hati normal sekitar 9 jam; dimana pada pasien gagal ginjal, waktu paruh colchicine 2-3 kali lebih panjang (sekitar 24 jam); dan pada pasien sirosis dan gagal ginjal, waktu paruh colchicine 10 kali lebih panjang (sekitar 4 hari). Colchicine lebih efektif jika digunakan dalam waktu 24 jam setelah serangan akut gout. Dosis colchicine yang dianjurkan menurut British National Formulary adalah sebagai berikut : dosis awal 1 mg dilanjutkan 500 μg setiap 2-3 jam hingga rasa nyeri berkurang, timbulnya muntah dan diare, atau hingga dosis total 6 mg telah dicapai; pemberian boleh diulang setelah 3 hari. Colchicine tidak boleh digunakan jika laju filtrasi glomerulus (GFR) <10 ml/menit, dan dosis harus diturunkan sebanyak 1.5 kali dosis normal jika GFR <50 ml/menit. Pemberian colchicine harus dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi hati, obstruksi bilier atau ketidakmampuan untuk mentolerir diare.

b. Colchicine intravena
Colchicine intravena merupakan obat yang efektif untuk gout akut namun kerugian yang ditimbulkan akibat pemberian colchicine intravena lebih banyak bila dibandingkan dengan keuntungan yang didapat dan tersedia pilihan terapi lainnya yang lebih aman.

c. NSAID oral
NSAID merupakan terapi pilihan pada sebagian besar pasien gout yang tidak mempunyai penyakit lain yang menyertai. Resolusi lengkap terjadi dalam waktu 5-8 hari setelah pemberian terapi awal pada >90% pasien. Pemberian NSAID harus dihindari pada pasien dengan penyakit ulkus peptikum, tingkat klirens kreatinin yang rendah, penyakit hati dan gagal jantung kongestif yang tidak terkompensasi, dan pada pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan. Dosis maksimum harus diberikan segera mungkin setelah timbulnya gejala-gejala serangan akut gout atau pada saat penegakkan diagnosis dan diteruskan hingga 24 jam setelah terjadinya resolusi lengkap, lalu diturunkan secara cepat dalam waktu 2-3 hari.

d. Kortikosteroid intraartikular
Kortikosteroid intraartikular dapat diberikan pada pasien yang mengalami peradangan pada satu atau dua persendian akibat serangan akut gout. Pasien dengan gout poliartikular yang tidak berespon terhadap pemberian NSAID oral atau pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian NSAID dapat juga diberikan kortikosteroid intraartikular.

e. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menggunakan NSAID atau colchicine, dan dapat diberikan secara peroral, intravena atau intramuskular. Prednisone dapat diberikan dengan dosis 30 mg selama 1-3 hari, lalu diturunkan dalam waktu 1-2 minggu.

f. Kortikotropin 
Hormon adrenokortikotropin (ACTH) merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar pituitari, dimana hormon ini akan merangsang produksi kortisol, kortikosteron dan androgen oleh kelenjar pituitari. Mekanisme kerja kortikotropin terhadap proses inflamasi yang terjadi pada gout belum diketahui secara jelas. Fungsi kortikotropin pada proses inflamasi akibat gout diduga berhubungan dengan salah satu fungsinya dalam merangsang pelepasan kortikosteroid adrenal. Kortikotropin bekerja melalui jalur perifer dengan pengaktifan reseptor melanokortin, yaitu  reseptor melanokortin tipe 3 (MC3R), dan hal inilah yang diduga bertanggung jawab terhadap efikasi kortikotropin pada gout akut. 

Getting dkk memperlihatkan bahwa fragmen α-MSH (Melanocyte Stimulating Hormone) dan β-MSH yang lebih kecil dapat menghambat migrasi neutrofil serta pelepasan sitokin dan kemokin pro-inflamasi yang diinduksi oleh kristal monosodium urat (MSU).
 
Ritter dkk mengadakan retrospective chart review pada 33 pasien gout akut (38 episode) dan 5 pasien pseudogout akut (5 episode) yang mendapat kortikotropin. 11 pasien sudah didiagnosis memiliki kristal MSU (+). Indikasi penggunaan kortikotropin yang paling sering adalah sebagai berikut : gagal jantung kongestif (n=18), gagal ginjal kronik (n=20), riwayat perdarahan saluran cerna (n=10) dan kurangnya respon terhadap pemberian NSAID dan colchicine (n=6). Usia pasien rata-rata adalah 66 tahun (43-93 tahun). 27 pasien diterapi dengan kortikotropin intravena, 6 pasien dengan kortikotropin intramuskular, dan 5 pasien dengan kortikotropin subkutan. 34 episode gout diterapi dengan kortikotropin 40 IU setiap 8 jam dan 4 episode dengan 80 IU setiap 8 jam. Dosis diturunkan setiap hari berdasarkan perbaikan klinis (misalnya, penurunan derajat sinovitis dan perbaikan jangkauan gerak). Sediaan yang paling sering digunakan adalah 40 IU setiap 8 jam (90%), diikuti oleh 40 IU setiap 12 jam dan 40 IU sekali sehari. Lama pemberian terapi 1-14 hari. Colchicine profilaksis diberikan pada 79% pasien (n=30) saat dosis kortikotropin diturunkan. Tingkat resolusi yang dilaporkan adalah 97%. Pada beberapa pasien, resolusi terjadi pada hari pertama. Waktu rata-rata yang dibutuhkan agar tercapai resolusi adalah 5.5 hari. Tingkat relaps yang dilaporkan adalah 11% (n=4). Dapat disimpulkan bahwa kortikotropin efektif pada pasien dengan masalah medik yang multipel seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan perdarahan saluran cerna.

Pada prospective, quasi-randomized, non-blinded, controlled study yang melibatkan 76 pasien yang mengalami serangan akut gout dalam 24 jam terakhir, Axelrod dan Preston membandingkan pemberian kortikotropin parenteral (dosis tunggal 40 IU diberikan secara intramuskular) dengan indomethacin oral 50 mg 4 kali sehari yang diberikan bersamaan dengan makanan, hingga rasa nyeri pasien berkurang. Untuk serangan-serangan akut berikutnya, pasien tetap melanjutkan terapi dengan kortikotropin dan indomethacin dan diikuti perjalanannya selama 1 tahun. Selama waktu pemberian terapi, pasien-pasien tersebut diterapi dan diobservasi selama 5 jam sebelum diijinkan pulang. Pasien harus melaporkan untuk follow-up, 5-7 hari setelah setiap serangan akut dan dinilai waktu yang dibutuhkan sampai nyeri reda, kemampuan berjalan dan timbulnya efek samping. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kristal MSU pada semua pasien. Interval nyeri rata-rata dari waktu pemberian obat hingga hilangnya rasa nyeri adalah 3±1 jam pada pasien yang diberikan kortikotropin dan 24±10 jam dengan indomethacin (p<0.0001). Nyeri menghilang dalam waktu 4 jam dan tidak ada efek samping yang timbul pada 36 pasien yang mendapat kortikotropin intramuskular. Dapat disimpulkan bahwa pasien yang menerima kortikotropin mengalami penurunan rasa nyeri yang lebih cepat dibandingkan dengan yang menerima indomethacin oral.

Pada review akhir-akhir ini, Taylor dkk menyimpulkan bahwa pemberian tunggal kortikotropin atau kombinasi dengan colchicine efektif dalam penanganan gout akut. Efek samping potensial yang dapat terjadi adalah hipokalemia, kontrol glisemik yang memburuk pada pasien diabetes melitus, retensi cairan, dan kemungkinan relaps dan flares gout. Kortikotropin dapat berguna dalam penanganan gout akut pada pasien yang tidak berespons dengan pemberian NSAID, dan pada pasien dengan kontraindikasi terhadap ginjal dan saluran cerna pada pemberian terapi lainnya.

0 comments:

Post a Comment