Terapi sel punca terus mengalami kemajuan. Sifat ”sel awal” yang mampu berubah bentuk dan berfungsi menjadi organ tubuh apa pun menjadikan sel punca sebagai harapan pengobatan pada masa depan.
Sel punca (stem cell) dalam tubuh bisa diibaratkan suku cadang untuk mengganti sel-sel yang secara alami mati atau yang rusak karena penyakit. Masalahnya, laju kerusakan acap kali tidak secepat perbaikan yang dilakukan sel punca.
Kini, percepatan perbaikan bisa dilakukan di luar tubuh. Caranya, mengambil sel punca dari sumsum tulang belakang, sel darah tepi, atau tali pusar, kemudian dibiakkan dan diinjeksikan lagi ke organ yang membutuhkan perbaikan.
Yuyus Kusnadi, peneliti utama dari Stem Cell and Cancer Institute (SCI), Jakarta, mengatakan, umumnya sel punca diambil dari sumsum tulang belakang karena memiliki lebih banyak sel punca.
Menurut Yuyus, tidak mudah mengisolasi sel punca. ”Hanya ada satu sel punca dalam 10.000 sel sumsum tulang belakang. Sedangkan dalam darah, hanya ada satu sel punca di antara 100.000 sel. Isolasi sel punca dipastikan dengan fluorescence activated cell sorting (FACS) atau flowcytometer.
Peneliti lain SCI, Indra Bachtiar, menjelaskan, FACS merupakan alat pendeteksi karakteristik suatu sel berdasarkan pendaran sinar fluoresens.
FACS melihat tanda penomoran tertentu pada sel punca, yang dikenal sebagai cluster of differentiation. Misalnya, CD105 dan CD73 untuk penanda sel punca mesenkimal (mampu berdiferensiasi menjadi sel penyusun jaringan ikat, seperti osteosit, kondrosit, dan adiposit), sel punca hematopoietik CD34, sel punca saraf CD133, dan sel punca jantung Sca-1.
Dalam laboratorium, sel punca yang diisolasi kemudian dibiakkan dalam larutan agar memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi organ tubuh tertentu.
Dipandu larutan
Jika ingin sel punca berdiferensiasi menjadi (jaringan) hematopoietik, digunakan iscove modified eagle’s medium (IMDM). Kalau ingin menjadi jaringan mesenkimal, diberi larutan alfa-modified eagle’s medium (alfa-MEM) dan dulbeco modified eagle’s medium (DMEM).
Diferensiasi menjadi sel jantung dapat dipacu dengan 5-azacytidine dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Larutan itu dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi mirip lingkungan di sekitar organ yang diinginkan.
Untuk radang sendi, kelainan tulang rawan, dan patah tulang yang sulit tersambung, sel punca diambil dari sumsum tulang pasien sendiri. Untuk mengetahui apakah sel punca berdiferensiasi (berubah) menjadi tulang rawan, pada medium perlu ditambahkan faktor penumbuh agar berkembang menjadi tulang rawan, seperti transforming growth factor (TGF-b).
Cairan berisi sel punca kemudian diinjeksikan ke tulang rawan pasien. Secara alami, sel-sel ini menyatu dengan tulang rawan yang ada.
Berbagai penyakit
Sejak tahun 2009, SCI menangani dua pengulturan sel punca pasien radang sendi. Dua pasien itu mengalami kemajuan dan berangsur normal. Dalam laporan penggunaan sel punca pada Bagian Ortopedi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr Soetomo, Surabaya, penyembuhan lebih cepat tiga bulan dibandingkan dengan pengobatan biasa.
Yang paling banyak menggunakan terapi adalah pasien gangguan jantung, lebih dari 30 pasien, mayoritas berusia 50-70 tahun.
Di Indonesia, terapi sel punca pada jantung pertama kali dilakukan oleh tim gabungan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan RS Medistra, Jakarta. Studi pendahuluan mulai September 2007 dan mengikutsertakan enam penderita serangan jantung akut.
Tiga bulan setelah terapi, sebagian sel jantung keenam pasien yang semula mati dapat hidup lagi, memperoleh aliran darah, dan berfungsi normal.
Menurut dokter ahli bedah plastik Yefta Moenadjat, terapi sel punca juga diterapkan pada penderita luka bakar.
Terapi sel punca dalam jangka pendek mampu mempersingkat inflamasi dan memperbaiki fase pembentukan jaringan, menutup jaringan yang luka, serta memfasilitasi proses epitelialisasi, yaitu memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.
Namun, dari berbagai referensi, kata Yefta, terapi ini tidak sempurna. Bekas luka, misalnya, masih terlihat seperti kulit kering yang tidak ditumbuhi rambut.
Pada masa depan, kemungkinan masih terbentang luas. Masih banyak penyakit yang berpotensi diterapi menggunakan sel punca, seperti diabetes, stroke, dan autisme.
ICHWAN SUSANTO
Selasa, 26 Juli 2011
0 comments:
Post a Comment