Gold Price

Category

Search This Blog

Saturday, June 7, 2014

ARTERIOVENOUS MALFORMATIONS (AVM)


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT

1.      PENGERTIAN
Arteriovenous malformations (AVM) adalah massa arteri dan vena yang bergelung-gelung, tidak menyalurkan oksigen ke otak karena tidak memiliki kapiler (Gruendemann & Fernsbner, 2005). AVM atau malformasi pembuluh darah atreri dan vena yaitu suatu kondisi dimana pembuluh darah arteri dan vena saling berhubungan tanpa adanya pembuluh darah kapiler. AVM merupakan kelainan kongenital yang jarang terjadi namun berpotensi menimbulkan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.

2.      EPIDEMIOLOGI
Insiden AVM di Amerika Serikat tidak sepenuhnya diketahui karena hanya 12% dari kasus AVM yang menimbulkan gejala. Insiden AVM diperkirakan sekitar 300.000 kasus. Kematian terjadi pada 10-15% kasus dengan perdarahan, dan berbagai derajat morbiditas terjadi pada sekitar 30-50% kasus. Rata-rata usia penderita AVM adalah 33 tahun, dengan 64% yang diidentifikasi sebelum 40 tahun (Yeager, 2009).

3.      ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya MAV tidak dapat diketahui secara pasti. Umumnya, MAV disebabkan oleh kelainan kongenital/bawaan yang terjadi pada masa embrio sehingga seseorang lahir dengan kelainan tersebut. Tetapi, penyakit ini tidak diturunkan secara herediter (tidak ada diteruskan ke anak ataupun mendapatkannya secara genetis dari faktor keturunan).

4.      PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya AVM hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa AVM tejadi akibat kelainan kongenital dimana arteri dan vena menyatu tanpa adanya pembuluh darah kapiler yang tejadi pada masa embrio. Arteri dan vena yang menyatu ini dapat menyebabkan gangguan karena perbedaan struktur anatomis dari kedua pembuluh darah tersebut. Peningkatan tekanan aliran darah arteri yang tinggi ke dalam vena menyebabkan vena mengalami vasodilatasi dan kelemahan. Dilatasi vena terus-menerus dapat menyebabkan vena ruptur dan terjadi perdarahan. AVM dapat berbahaya bila terjadi di dalam kavum intrakranial. Perdarahan ke dalam intrakranial akibat rupture vena AVM menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini dapat menyebabkan edema otak yang dapat menyebabkan nyeri dan perubahan perfusi jaringan serebral serta gangguan mobilitas fisik bila mengenai saraf-saraf kranial.

5.      KLASIFIKASI

Terdapat 5 tipe MAV, yaitu:


  • MAV murni/True arteriovenous malformation (AVM): Tipe yang paling umum terjadi, timbul koneksi abnormal antara arteri dan vena yang tidak melibatkan jaringan otak.
  • Malformasi vena/Venous malformation : Pada tipe ini yang mengalami kelainan hanya pembuluh darah vena. Sehingga vena yang mengalami defek akan mengalami pelebaran.
  • Malformasi kavernosa tersembunyi/Occult AVM or cavernous malformations : Pada tipe ini malformasi vascular menyebabkan perdarahan dan menghasilkan kejang.
  • Haemangioma : Haemangioma adalah kelainan vaskular yang ditemukan di permukaan otak ataupun di permukaan kulit ataupun wajah. Hemangioma dapat membesar dan merupakan kantung yang berisi darah yang timbul di antara jaringan normal di seluruh area tubuh.
  • Fistula selaput otak : Selaput otak disebut sebagai duramater, apabila timbul koneksi abnormal antara pembuluh darah otak dengan lapisan selaput otak, koneksi abnormal ini disebut fistula, terdapat 3 tipe fistula duramater yaitu:


  1. Fistula sinus karotis kavernosa; yang timbul di bagian belakang mata, dan umumnya menimbulkan gejala apabila terjadi perdarahan di area belakang bola mata. Pasien akan mengalami gejala seperti pembengkakan pada mata, penurunan fungsi penglihatan, kemerahan pada mata dan timbulnya kongesti. Terkadang timbul bunyi berdesir.
  2. Fistulas sinus sagittal dan kulit kepala; fistula yang timbul di puncak kepala, pasien umumnya mengeluh bising, sakit kepala dan nyeri pada bagian puncak kepala. Dan dapat ditemukan pembesaran pembuluh darah di bagian kulit kepala ataupun di area bawah telinga.
  3. Fistula sinus duramater sigmoid transversa; timbul di bagian belakang telinga dan umumnya pasien mengeluh mendengar bising yang terus menerus yang ritmik mengikuti detak jantung, nyeri yang terlokalisir di bagian belakang telinga, sakit kepala dan nyeri pada bagian tengkuk.


6.      MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari AVM otak meliputi:

  1. Kejang
  2. Seperti mendengar suara mendesing
  3. Sakit kepala
  4. Kelemahan progresif atau mati rasa


Ketika terjadi perdarahan dalam otak, tanda dan gejalanya seperti stroke, antara lain:

  1. Sakit kepala mendadak
  2. Kelemahan, kesemutan atau kelumpuhan
  3. Penurunan penglihatan
  4. Kesulitan berbicara
  5. Ketidakmampuan untuk memahami orang lain


7.      PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pemeriksaan AVM :


  1. Vital signs: normotensi atau hipertensi, takikardia, dapat terjadi apnea.
  2. Neurological assessments: dapat terjadi defisit neurologi pada motorik, sensorik, dan verbal tergantung pada lokasi AVM di otak. Selain itu, dapat ditemukan juga gangguan pada memori, penglihatan, dan koordinasi gerakan.


8.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Terdapat tiga pemeriksaan utama yang dilakukan untuk mendiagnosa AVM otak, yaitu :


  1. Cerebral arteriography : Angiography dapat digunakan untuk mengetahui ukuran AVM. Angiografi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi pola drainase vena (dangkal, dalam, atau campuran). Selain itu, angiografi sering menggambarkan faktor risiko yaitu perdarahan, termasuk aneurisma dan stenosis vena. Perencanaan angiografi merupakan langkah penting dalam intervensi neuroradiologik dan evaluasi bedah saraf pasien dengan AVM.
  2. Computerized tomography (CT) scan : CT scan otak adalah tes pencitraan untuk mengevaluasi sakit kepala akut atau perubahan status mental akut lainnya akibat perdarahan otak akut. Adanya perdarahan lobar dicurigai sebagai adanya massa atau AVM. CT scan otak dapat digunakan untuk mengidentifikasi area perdarahan akut, dan hasilnya dapat menyarankan adanya malformasi pembuluh darah terutama dengan penggunaan bahan kontras. Selanjutnya, CT scan dapat menunjukkan kalsifikasi unik vaskular terkait dengan AVM.
  3. Magnetic resonance imaging (MRI) : MRI dapat membantu mengidentifikasi dan mengetahui karakter AVM dari SSP, termasuk otak dan sumsum tulang belakang, tanpa menggunakan radiasi atau teknik invasif. MRI adalah pemeriksaan pilihan pada pasien dengan sakit kepala kronis, gangguan kejang dengan etiologi yang tidak diketahui, dan tinitus. MRI biasanya mengikuti pemeriksaan CT scan dengan lesi vaskular yang mendasari, seperti AVM. disarankan. MRI dapat menunjukkan area keterlibatan AVM parenkim serta dilatasi arteri dan pelebaran vena (Koenigsberg, 2011).


9.      DIAGNOSIS
AVM biasanya didiagnosis dengan kombinasi magnetic resonance imaging (MRI) dan angiografi. Tes ini mungkin perlu diulang untuk menganalisis perubahan ukuran AVM, perdarahan baru, atau munculnya lesi baru.

AVM yang tidak ditangani dapat membesar dan pecah, menyebabkan perdarahan intraserebral atau SAH dan kerusakan otak permanen. Perdarahan dalam biasanya disebut sebagai perdarahan intraserebral atau parenkim, sedangkan perdarahan di dalam membran atau pada permukaan otak dikenal sebagai perdarahan subdural (SDH) atau SAH.

Kerusakan akibat dari perdarahan tergantung pada lokasi lesi. Perdarahan dari AVM yang terletak jauh di dalam jaringan interior atau parenkim otak, biasanya menyebabkan kerusakan saraf lebih parah daripada perdarahan dari lesi yang terletak di membran dural atau pial atau pada permukaan otak atau sumsum tulang belakang. Lokasi AVM merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan ketika menimbang risiko tindakan pembedahan dibandingkan non pembedahan. Mencegah pecahnya malformasi vaskular pecah adalah salah satu alasan utama pengobatan bedah saraf awal dianjurkan untuk AVM (Center for Neuro and Spine, 2010).

10.  TINDAKAN PENANGANAN

Obat-obatan
Pada beberapa pasien dengan faktor risiko rendah untuk terjadi pecahnya AVM, dapat diberikan obat-obatan untuk mengontrol kejang dan mengurangi sakit kepala.


  • Antikonvulsan : terapi antikonvulsan yang disesuaikan dengan jenis kejang umumnya dapat mengontrol terjadinya kejang. Kejang dapat dikendalikan dengan baik dengan fenitoin, carbamazepine, valproic acid, lamotrigin atau obat antiepilepsi lainnya yang diindikasikan untuk gangguan kejang parsial.
  • Analgesik : Sakit kepala onset akut tanpa tanda-tanda neurologis mungkin merupakan tanda terjadinya pendarahan, baik intraventrikular atau subarachnoidal, dan perlu penilaian langsung oleh neuroimaging. Untuk sakit kepala AVM yang tidak berhubungan dengan perdarahan intrakranial, analgesik standar untuk sakit kepala dapat digunakan, baik nonspesifik atau migrain tertentu. Agonis serotonin dapat diberikan, kecuali pada pasien dengan gejala neurologis fokal.


Tindakan Operasi

  • Pembedahan reseksi : Pembedahan reseksi adalah tindakan pengobatan definitif dan paling efektif karena lebih mudah mengakses lesi yang berukuran lebih kecil. AVM dapat dicapai dengan kraniotomi melalui konveksitas serebral, dasar tengkorak, atau sistem ventrikel. Arteri diisolasi dan diikat, kemudian nidus direseksi. Vena diikat terakhir sehingga tekanan tidak meningkat saat nidus sedang direseksi. Angiografi dilakukan secara rutin pasca operasi untuk memastikan bahwa tidak ada sisa AVM.
  • Embolisasi endovaskular : Tindakan endovaskular meliputi tindakan memasukkan agen thrombus seperti quick-acting acrylate glue (N-butyl cyanoacrylate, NBCA), koin yang merangsang thrombus, cairan embolik, atau balon kecil ke dalam nidus AVM. Tujuan dari embolisasi adalah untuk memblokir aliran darah dengan kecepatan tinggi dari sistem arteri yang bertekanan tinggi ke dalam sistem vena. Embolisasi serial yang dilakukan dapat mengurangi ukuran AVM sehingga memudahkan tindakan reseksi dan radio fokal yang akan dilakukan.
  • Radiosurgery : Radiosurgery umumnya merupakan pilihan yang digunakan untuk mengobati AVM yang ukurannya < 3cm. Proton beam, linear accelerator, atau metode gamma knife digunakan untuk memberikan radiasi dosis tinggi pada AVM sambil meminimalkan efek ke jaringan otak sekitarnya. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu hingga 1-3 tahun untuk terjadinya thrombis AVM sehingga pasien berisiko mengalami perdarahan selama masa pengobatan.


Sumber

0 comments:

Post a Comment