Gold Price

Category

Search This Blog

Sunday, January 13, 2013

Anti Diabetik Oral


Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

A. Golongan Sulfonilurea

Dikenal dua generasi sulfonilures, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi dua yang potensi hipoglikemik lebih besar antara lain adalah gliburid, glipizid gliklazid dan glimepirid.

Mekanisme kerja

Sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul-granul sel beta langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K Channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C. Selain itu, sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.

Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

Farmakokinetik

Absorbsi ke saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorbs, karena itu akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma 90% terikat protein plasma terutama albumin. Ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.

Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaan ini diberikan dalam dosis terbagi. Sekitar 10 % metabolitnya dieksresi melalui empedu dan keluar bersama tinja.

Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam. Efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan. 

Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20 % diekskresi utuh di urin. 

Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah 96 % tolbutamid terikat protein plasma dan di hepar diubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.

Tolazamid absorbsinya lebih lambat dari yang lain. Efeknya dalam glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam.

Sulfonilurea generasi II umumnya potensi hipoglikemiknya 100x lebih besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam. Cukup diberikan 1x sehari.

Glipizid, absorbsinya lengkap, masa paruh 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonylurea lain. Metabolismenya di hepar menjadi metabolit tidak aktif, 10 % diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh.

Gliburid (glibenklamid), potensi 200x lebih besar dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. 

Metabolismenya di hepar. Pada pemberian dosis tunggal hanya 25 % metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. PAda penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 ½ tahun.

Karena semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

Efek samping

Insidens efek samping generasi I adalah 4 % dan lebih rendah lagi untuk genarasi II. Dapat timbul hipoglikemia hingga koma. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.

Efek samping lain yaitu mual, muntah, diare, gejala hematologic, ssp, mata, dsb. Gangguan saluran cerna tersebut dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama dengan makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala ssp berupa vertigo, bingung, ataksia, dsb. Gejala hematologic seperti leucopenia, agranulositosis. Efek samping lain yaitu hipotiroidisme, ikterus obstruktif, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid.

Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat m eningkatkan hipoglikemia.

Indikasi

Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan terapi dengan salah satu derivate sulfonylurea mungkin disebabkan oleh perubahan farmakokinetik obat, misalnya penghancuran obat yang terlalu besar.

Selama terapi pemeriksaan fisik dan laboratorium harus dilakukan secara teratur.

Interaksi

Obat yang dapat meningkatkan ririko hipoglikemia saat penggunaan sulfonylurea adalah insulin, alcohol, fenformin, kloramfenikol, anabolic steroid, fenfluramin dan klofibrat.

Propanolol dan β bloker lainnya menghambat reaksi takikardi, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab sehingga keadaan hipoglikemia menjadi lebih hebat tanpa diketahui. Sulfonilurea terutama klorpropamid dapat menurunkan toleransi terhadap alcohol. Hal ini ditunjukkan terutama dengan kemerahan di muka dan leher, reaksi mirip disulfiram.

B. Meglitinid

Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonylurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel β pancreas.

Repaglinide merupakan jenis pertama dari golongan ini. Mekanisme kerja sama dengan SU akan tetapi tidak memiliki efek insulin eksitosis. Onsetnya sangat cepat kira-kira 1 jam setelah dimakan tetapi durasi obatnya 5-8 jam. Oleh karena itu baik untuk pengendalian gula postprandial. Di metabolisme di hati oleh CYP3A4. dosis anjuran 0,25-4 mg maksimal 16 mg. Dapat digunakan monoterapi atau kombinasi dengan biguanides. Karena strukturnya tanpa sulfur maka baik untuk orang yang alergi sulfur atau SU.

Nateglinide merupakan golongan terbaru, mekanisme dengan stimulasi cepat dan transit pengeluaran insulin dari sel B dengan menutup channel ATP-sensitif K+. Baik untuk pengaturan gula darah postprandial tetapi kurang untuk gula darah malam dan puasa. Obat ini diserap 20 menit setelah makan dan puncak dalam 1 jam dimetabolisme dihati oleh CYP2C9 dan CYP3A4 dengan waktu paruh 1.5 jam. Sangat aman pada penderita gagal ginjal.

C. Biguanid

Dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid, yaitu fenformin, buformin dan metformin, tetapi fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

Mekanisme Kerja

Biguanid merupakan obat antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih controversial, adanya penurunan produksi glukosa di hepar, banyak data yang menyatakan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek pada sekresi glucagon, kortisol, hormone pertumbuhan dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pad apasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB dengan mekanisme yang belum jelas pula.

Metformin oral akan diabsorbsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.

Dosis awal 2x 500 mh, umumnya dosis pemeliharaan adalah 3x 500 mg, dosis maksimal adalah 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien yang tidak respon terhadap sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin atau dapat pula sebagai kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

Efek samping

20% pasien mengalami mual, muntah, diare, serta metallic taste, tetapi dengan menurunkan dosis keluhan0keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia. Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.

Pada pesien dengan gangguan fungsi ginjal atau system kardiovaskular, pemberian biguanid akan menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat, mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

Indikasi

Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa. Fenformin dilarang dipasarkan di Indonesia karena dapat menyebabkan asidosis laktat. Fenformin digantikan oleh metformin yang lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin adalah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau 3x pemberian.

Kontraindikasi

Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kangestif serta penyakiut paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidensi asidosis akibat metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 pasien dalam setahun.

D. Golongan Tiazolidinedion

Mekanisme Kerja dan Efek Metaboliknya

TIazolidinedion merupakan antagonis poten dan selektif PPARγ, mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT beru. Di jaringan adipose PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin.

Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.

Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1-1.5 %) dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserida dan LDL bervariasi.

Pada pemberian oral absorbs tidak dipengaruhi oleh makanan, berlangsung sekitar 2 jam. Metabolismenya di hepar oleh sitokrom P-450. Rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 dan 3A4.

Ekskresinya melalui ginjal, keduanya dapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi kontraindikasi pada gangguan fungsi hepar (ALT> 2,5 kali normal). Meski laporan hepatotoksik baru ada pada tioglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat di atas dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya.

Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak berespon terhadap diat dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak member respon pada obat hipoglikemik lain (sulfonylurea, metformin) atau insulin.

Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu control glisemia belum adekuat, dosis ditingkatkan 8 mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30 mg bila control glisemia belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai setelah penggunaan 6-12 minggu.

Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada pengguanaannya bersama insulin. Selain penyakit hepar, penggunaannya tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut kliasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

Sumber

0 comments:

Post a Comment