Sumber: http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-09-vol-xxxvii-2011/363-kegiatan/726-gliclazide-mr-60-mg-pendatang-baru-dunia-diabetes-melitus
Diabetes melitus (DM) yang dikenal masyarakat awam sebagai penyakit gula darah atau kencing manis merupakan suatu penyakit metabolik dan endokrin kronik yang makin menjamur. Prevalensi DM terus meningkat di dunia, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, terapi DM yang efektif perlu digencarkan demi peningkatan kualitas hidup pasien.
Menyikapi hal tersebut, pada 9 Juli 2011 lalu di Hotel Novotel Mangga Dua Square, Jakarta, diadakan simposium bertajukkan “Power of the 60: Breaking News from Sulphonylureas in T2DM Treatment”. Simposium tersebut merupakan rangkaian acara Kongres Nasional VIII Persatuan Diabetes Indonesia. Pada simposium tersebut, hadir Prof. Dr. dr. Sidhartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACE, dan dr. Malik Mumtaz, MD, FRCP sebagai pembicara. Materi yang dibawakan oleh Prof. Sidhartawan bertema “The Role of Sulphonylureas in the 21st Century in Type 2 DM”, sedangkan materi “Advance in Daily Practice: A New Powerful Approach in Type 2 Diabetes Treatment” dibawakan oleh Dr. Malik dari Malaysia.
DM dibedakan menjadi dua, yaitu DM tipe 1 yang dependen insulin dan DM tipe 2 yang nondependen insulin. Pada DM tipe 2, terjadi resistansi insulin yang dikompensasi dengan peningkatan replikasi, neogenesis, dan hipertrofi sel beta untuk menurunkan kadar glukosa darah. Berkat kerja keras sel beta, produksi insulin akan meningkat. Namun, lama-kelamaan sel beta kelelahan dan kadar glukosa darah tetap naik. Akhirnya, timbul penurunan sekresi insulin.
Perbedaan tipe DM menyebabkan perbedaan terapi yang diberikan. Untuk DM tipe 1, tentu saja diberikan insulin. Sedangkan untuk DM tipe 2, dapat diupayakan pengontrolan berat badan dan modifikasi gaya hidup. Selain itu, diberikan pula OAD, antara lain sulfonilurea (SU), meglitinid, biguanid, tiazolidinedion, dan inhibitor alpha-glikosidase. Tujuan semua terapi ini ialah mencegah timbulnya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular sambil mempertahankan kualitas hidup pasien.
Dari semua OAD yang ada, SU bukan tergolong obat baru. Eksistensinya sebanding dengan efektivitasnya yang tak perlu diragukan lagi. Generasi pertama SU antara lain glibenclamide dan tolbutamide serta generasi kedua SU, seperti gliclazide dan glimepiride terbukti efektif untuk pasien DM tipe 2. Dengan merangsang pankreas mensekresi insulin, SU dapat menurunkan kadar glukosa darah. Terjadilah penurunan lipotoksisitas dan glukotoksisitas yang kemudian memperbaiki keadaan klinis pasien.
Meskipun bukan obat baru masih banyak pandangan salah yang beredar mengenai SU. SU dianggap tidak menurunkan komplikasi DM. Malah sebaliknya, terjadi penurunan risiko relatif komplikasi DM setelah pemakaian SU. Efektivitas SU pun dianggap tak sebanding dengan OAD lainnya karena penurunan kadar HbA1c tetap terjadi setelah terapi SU. Padahal, terapi apapun yang diberikan akan memberikan efek serupa. Awalnya, kadar HbA1c akan turun sedikit setelah penggunaan OAD. Namun, setelah itu kadarnya terus naik dan tidak dapat dicegah seiring perjalanan penyakit DM.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa SU membuat sel beta lebih cepat lelah sehingga kegagalan pankreas terjadi lebih awal. Serupa dengan sanggahan sebelumnya, semua OAD termasuk SU tidak banyak berkontribusi pada kegagalan sel beta. Kelelahan sel beta sebenarnya bukan ditimbulkan oleh hipersekresi insulin yang dipicu oleh SU. Sebenarnya, hiperglikemia merupakan perjalanan progresif pada DM yang disertai penurunan fungsi sel beta meskipun terapi terus diberikan.
Masih ada anggapan lain terhadap SU, yaitu SU berefek samping pada jantung. Penjelasannya berkaitan dengan mekanisme kerja SU. Dengan berikatan pada reseptor SU di sel beta dan menutup kanal kalium sensitif ATP, SU akan memicu sekresi insulin dari sel beta. Namun, setiap obat dari golongan SU memiliki reseptor masing-masing yang spesifik. Tidak semua obat kelas SU memiliki efek pada jantung, bergantung pada reseptornya. Salah satunya yang tidak berpengaruh pada jantung adalah gliclazide.
Gliclazide yang tergolong sebagai SU memiliki sederet efek yang menjanjikan bagi pasien DM tipe 2. Sebagai antioksidan, gliclazide dapat menurunkan produksi reactive oxygen spesies (ROS) dan apoptosis sel beta yang akhirnya memperbaiki kontrol glikemik. Selain itu, gliclazide dapat memperbaiki fungsi endotel, meningkatkan aktivitas fibrinolitik, serta menurunkan adhesi maupun agregasi trombosit.
Efektivitas gliclazide tersebut dapat ditemukan pada semua kalangan usia, termasuk pasien DM lama maupun baru. Risiko terjadinya hipoglikemia maupun peningkatan berat badan pun lebih rendah jika dibandingkan SU lainnya, bahkan gliclazide dapat mengontrol berat badan pada orang obese. Kejadian mikrovaskular dan makrovaskular, bahkan kematian akibat penyakit kardiovaskular, pun ikut menurun dengan pemakaian gliclazide. Dengan berbagai kelebihan yang ditawarkannya ini, alangkah baiknya jika pemakaian gliclazide dapat diperluas dalam praktik klinis.
0 comments:
Post a Comment