By Pambudi Sunarsihanto
Seorang teman saya, sebut saja namanya Bintang, mengontak saya minggu yang lalu. Bintang bekerja di sebuah perusahaan minyak dan baru saja menyelesaikan kontraknya di luar negeri.
Biasanya dia selalu mengambil 2 tahun kontrak kerja.
Seringkali di akhir masa kerjanya Bintang punya 2-3 alternatives, memperpanjang kontraknya atau menandatangani kontrak baru di tempat lain.
Masalahnya kali ini dunia oil and gaz sedang dilanda krisis. Jadi kontraknya tidak diperpanjang. Dan pulanglah dia ke tanah air. Ternyata industry oil and gaz juga mengalami situasi yang sama di sini. Mereka juga sedang sangat fokus pada efiensi dan mungkin harus mempertimbangkan untuk merumahkan karyawan karyawan mereka.
Jadi Bintang pun kesulitan mendapatkan pekerjaan yang baru.
Padahal a career in oil and gaz is all his life.
Dia tidak pernah mempertimbangkan untuk bekerja di industry lain atau bahkan dia juga tidak pernah belajar apapun selain di industry itu.
Jadi sekarang Bintang makin kesulitan mendapatkan pekerjaan, meskipun tadinya he was considered as one of the super talent in oil and gaz indutstry (makanya kontraknya selalu diperpanjang terus, dengan kenaikan gaji yang lumayan pula).
Bintang pun galau dan kebingungan apa yang harus dilakukan?
Kasus Bintang adalah kasus klasik di mana seseorang (atau sebuah organisasi) merasa mempunyai strength yang hebat, dan kemudian berhenti belajar dan menganggap bahwa strength itu bisa menjadi modal kuat untuk seumur hidupnya.
Saya mempelajari itu sejak kecil. Tetangga saya adalah seorang penjual kain dan mempunyai kios di pasar. Sebut saja namanya Pak Jatmiko. Pak Jatmijo selalu ke Pasar Klewer di Solo setiap beberapa minggu sekali. Kemudian Pak Jatmiko akan menjual kain di pasar. Pelanggannya adalah para pembeli kain yang kemudian akan pergi ke penjahit untuk menjahitkan kain tersebut menjadi baju sesuai selera mereka.
Pak Jatmiko mempunyai good understanding kain dengan corak mana yang akan disukai pelanggannya. Dia juga mempunyai communication skills yang baik untuk berhubungan dengan pelanggannya.
Dengan strength itu pak Jatmiko menjadi pedagang yang berhasil dan dia pun menjadi salah satu orang terkaya di kampung kami.
Sampai suatu saat ........
Orang orang di kampung kami mulai malas menjahitkan baju. Mereka mulai tidak sabar.
Mereka mulai beralih ke membeli baju jadi yang sudah siap dipakai.
Pak Jatmiko tidak berfikir ke sana karena dia selalu berfikir bahwa dia adalah penjual kain.
Akibatnya bisnisnya pun pelan pelan menurun drastis. Dan dari predikat sebagai salah satu orang terkaya akhirnya pendapatannya pun turun drastis.
Apakah anda melihat similarity antara kasusnya Bintang dan kasusnya Pak Jatmiko.
Dua-duanya adalah kasus di mana orang terlalu percaya dengan strengthnya tetapi akhirnya karietnya harus mati pelan pelan .
Dan itu ternyata tidak hanya berlaku bagi individu. Itu juga berlaku bagi organisasi atau perusahaan.
Kodak mati pelan pelan karena mereka terlalu percaya pada strength mereka (kemampuan membuat tinta cetak foto yang bagus), padahal orang orang lama lama tidak mencetak foto lagi.
Pada saat mereka telat untuk mengubah diri mereka pun mati pelan pelan.
Nokia Mobile Phone (perusahaan yang membesarkan dan mmendidik saya selama 12 tahun awal karier saya), juga mengalami nasib tragis.
Mereka mempunyai strength di voice quality of the phone and user friendly of the menu.
Tetapi pada saat orang tidak lagi menggunakan hanphone untuk menelpon dan lebih suka browsing and messaging, they lost their competitive advantage and business performance nya pun turun menukik tajam.
Juha Akras, HR leader mereka, dalam sebuah interview dengan Business week menyatakan bahwa yang Nokia hadapi waktu itu adalah "ignorance complacency" dan bukanlah "arrogant complacency".
Still, it was a compacency case kan?
Tidak semua organisasi gagal. Ada juga yang berhasil.
IBM berhasil mengubah dirinya dari sebuah product company (mainframe) menjadi service company (consulting service ... dll).
Gerai-gerai Fuji Image Plaza yang tidak relevant lagi (karena orang tidak mencetak foto lagi), berubah menjadi 7-Eleven, atau Sevel kata anak-anak muda sekarang. And now they are even more succesfull.
So it is difficult but it is not impossible.
Mungkin dilakukan sih.
Seperti kita yang terbiasa menulis dengan tangan kanan (dan itu menjadi strength kita), ternyata suatu saat kita kecelakaan dan tangan kanan kita patah.
Touch the wood, and hope it will never happen.
Still, seandainya itu terjadi, dan ternyata kita tidak pernah belajar menulis dengan tangan kiri, we will really be in the deep shit, kan?
What is the learning lesson.
Mbok ya kadang kadang belajar menulis dengan tangan kiri?
(Atau sebaliknya, kalau anda kidal).
Apakah anda harus menunggu untuk patah tangan baru belajar menulis dengan tangan kiri?
Apakah perusahaan harus menunggu untuk bangkrut dulu dan baru mencari capability yang baru?
Apakah anda harus kehilangan pekerjaan dan kesulitan mencari pekerjaan baru sebelum anda mempelajari skills yang lain?
Learn to write with both hands.
If one hand cannot write well, practice then.
Learn the new skills for your career, they might save your life!
Jadi bagaimana dong?
Berikut adalah beberapa langkah yang bisa anda terapkan:
- Follow the global trend. What is happening and what will be happen in the future. Issue green environment sudah ditiupkan sejak tahun 1980an. Di Eropa malah sudah banyak Partai Politik yang green. Sejak saat itu .... Tinggal menunggu waktunya bahwa harga minyak akan jatuh. Dan ini berlaku dalam semua industry. Kalau anda di dunia photography anda harus ya sudah mengamati bahwa jumlah photo yang dicetak makin lama makin turun. Kalau anda di banking industry, mestinya anda mengamati bahwa jumlah pelanggan yang pergi ke branch makin sedikit, karena mereka lebih suka menggunakan ATM, digital banking atau mobile banking. Observe what happen in your industry. Observe what happen with consumer behavior.
- Identify what are the potential gaps. Based on your observation, identify what are the new skills that you need to learn. Pak Djatmiko mungkin harus mengubah bisnisnya menjadi toko pakaian jadi. Kodak mungkin harus mengembangkan organizational capability dalam digital and software. What are the new skills that you need to learn?
- Learn again. Pelajarilah hal baru tersebut. Make it become a priority. Mungkin ada yang lebih suka olahraga berlari daripada berenang. Tapi kalau suatu saat anda tenggelam di sungai atau di pantai, anda akan bersyukur bahwa anda pernah belajar berenang. Mungkin anda enjoy dan hobby mempelajari skills yang berhubungan dengan pekerjaan anda yang sekarang. But you never know, a new skills can save your career and your life in the future.
- Build your network. Again, enhance your network with people not only from your industry, but from other industry. You will learn more information. And they can share more knowledge when you need them. Sometimes, when you will need job, they can safe your life.
- Consider carefuly if you want to stay in this job or change your career. After looking at the trend and you develop your competences, you need to carefully analyze if you want to stay or you want to move with a new career. I left Nokia during the glory time, and I got 3 job offers. I would have more difficulty in finding new jobs if they were already in big difficulty. I moved from Telco industry to Banking industry 3 years ago. The timing is everything. Dont follow Bintang where he only try to find new job when he lost his job. Actually the best time to find a job is when you still have a job, and you perform well in that job. You will have a strong bargaining and negotiation power. Jadi kemampuan anda membaca situasi dan mengambil keputusan yang tepat pada saat yang tepat adalah satu hal yang akan menyelamatkan karier dan hidup anda. Remember, your strength can kill you (or your career). So you better have a plan B to save your career (and your life).
0 comments:
Post a Comment