By: gedeprama on 3 October 2012 at 18:27
Kekayaan ekonomi mendikte pengetahuan dan kekuasaan, mungkin ini ciri utama zaman ini. Beberapa puluh tahun lalu, ketika kedigdayaan ekonomi Amerika Serikat lagi di puncak, ia memproduksi sekolah bisnis. Harvard ketika itu menjadi semacam ikon yang ditiru dunia. Di akhir 1980an, keajaiban ekonomi Jepang membuat dunia terkagum-kagum, kemudian diikuti oleh studi yang membuahkan konsep budaya korporasi. Lagi-lagi dunia ikut nurut. Di tahun 2010 ini, China menjadi kekuatan ekonomi yang tidak bisa dibendung. Dan sudah mulai ada peneliti yang mengkait-kaitkan kemajuan ekonomi China dengan budaya Konfusian.
Kekuasaan di negeri ini serupa. Jangankan posisi yang jauh dari pantauan publik, bahkan menteri dengan integritas tinggi pun tumbang digusur oleh kekuasaan beraroma uang.
Mungkin itu sebabnya John Law dkk (1991) memberi judul karyanya A Sociology of Monster. Pengetahuan (apa lagi kekuasaan) mulai diragukan bisa menjadi lahan-lahan subur pertumbuhan kebenaran, sebaliknya malah larut dibawa arus uang, kemudian ikut-ikutan menjadi monster yang memangsa kebenaran. Pertanyaannya kemudian, mungkinkah muncul manusia otentik di zaman ini?
Muncul Lenyap
Sebagai langkah awal membuka tirai kejernihan, sesungguhnya tidak saja pengetahuan dan kekuasaan yang berputar perannya dari waktu ke waktu, semuanya berputar. Ia sesederhana matahari, pagi muncul dengan hawa hangat, siang panas menyakitkan, sore lenyap menyisakan kegelapan.
Itu sebabnya, dalam meditasi diajarkan untuk melihat ketidakkekalan dengan jarak yang sama. Perhatikan manusia yang dijumpai dalam keseharian. Di suatu waktu ia memuji, di lain waktu ia memaki, di kesempatan lain ia lupa.
Mantan presiden Filipina Ferdinand Marcos adalah contoh indah. Puluhan tahun dikagumi banyak orang lengkap dengan kekuasaannya, di lain waktu ia ditumbangkan. Ujung kekuasaannya tidak menyisakan apa-apa, bahkan mayatnya pun tidak diperbolehkan masuk Filipina. Sekian puluh tahun berlalu, salah satu putera Marcos memutar balik sejarah dengan memperoleh dukungan dalam pemilu. Bukan tidak mungkin keluarga itu akan dihormati lagi.
Nelson Mandela di Afrika Selatan adalah contoh lain. Selama 27 tahun merana di lembaga pemasyarakatan. Ketika rezim kulit putih jatuh, ia muncul menjadi pahlawan. Tatkala cerai dengan istrinya, sebagian mata memandang dengan pandangan miring. Inilah yang disebut ketidakkekalan. Tidak saja manusia di luar sana tidak kekal, tubuh ini hari ini menyenangkan karena makan enak, besok menyakitkan karena terkena penyakit, hari lain terlupakan karena sibuk.
Memaksa bahwa hidup harus terus penuh kesenangan, itulah penderitaan. Menjaga jarak yang sama pada setiap kejadian, itulah kedamaian dan kebebasan. Dari sanalah kemudian mungkin muncul kualitas otentik yang tidak bisa diperkosa monster uang dan kekuasaan.
Senyum Saja
Clouds in the sky of enlightenment, demikianlah pesan guru tercerahkan (baca: otentik) pada muridnya dalam mengarungi kehidupan. Semua pengalaman kehidupan serupa awan di langit pencerahan. Kesenangan serupa awan putih, kesedihan mirip awan hitam. Awan hitam tidak membuat langit jadi hitam, awan putih tidak membuat langit jadi putih. Apa pun yang terjadi, langit tetap biru luas tidak terbatas.
Bagi batin tercerahkan, kebahagiaan yang diperebutkan tidak menambahkan apa-apa, kesedihan yang dienyahkan tidak mengurangkan apa-apa. Terutama karena terlihat terang benderang, semua berputar indah apa adanya. Perhatikan ikan yang hidup di air, burung yang terbang di udara. Ikan tidak menyebut burung bodoh karena tidak mengenal kehidupan dalam air, burung tidak menyebut ikan kurang wawasan karena tidak terbang ke mana-mana. Keduanya bahagia apa adanya. Mendengar penjelasan seperti ini, ada yang mengungkapkan keraguan, kalau begitu manusia tercerahkan pasif dan tidak melakukan apa-apa?
Kendati tidak tersentuh oleh kejadian, sifat alami mahluk tercerahkan penuh kasih sayang. Seperti air yang tidak bisa dipisahkan dengan basah, api yang tidak bisa dipisahkan dengan panas, pencerahan tidak bisa dipisahkan dengan kasih sayang. Oleh karena itulah, mahluk tercerahkan kesehariannya banyak senyuman. Tatkala gembira ia senyum, saat berduka juga senyum. Mungkin kedengarannya aneh, namun demikianlah keseharian mahluk tercerahkan, terutama karena yang mengagumkan muncul lenyap, yang menjengkelkan muncul lenyap. Seperti matahari, apa pun komentar orang, besok pagi ia tetap terbit kembali melayani kehidupan.
Seorang anak muda protes keras, kesannya cuek dan membosankan? Keheningan yang tidak dipeluk kasih sayang tidak pernah diajarkan sebagai jalan pencerahan. Setelah membadankan dalam-dalam hakekat semua fenomena yang muncul lenyap, guru-guru tercerahkan kemudian mengisi hidupnya dengan pelayanan. Bukan pelayanan yang memaksa harus masuk surga, bukan juga pelayanan yang trauma akan neraka. Sebagaimana samudera yang selalu membawa kegembiraan gelombang, pencerahan selalu membawa kegembiraan kasih sayang bersamanya. Ada kebahagiaan menawan di balik penerapan kasih sayang.
Seorang kakek ditanya cucunya, kenapa orang tercerahkan juga dimaki dan disakiti?. Dengan lembut kakeknya bergumam, semua memiliki sifat alami masing-masing. Seperti kambing, bila dikasi rumput dimakan, jika dikasi daging akan menghindar, tanpa perlu mencaci bahwa pemakan daging dosa dan masuk neraka. Serupa serigala, jika dikasi daging dimakan diberi rumput menghindar, tanpa mencaci bahwa orang vegetarian bodoh dan tolol. Sejalan dengan ini, sejumlah manusia memang panggilan alaminya memaki dan menyakiti. Dan dalam pandangan guru tercerahkan, makian adalah bel kesadaran untuk selalu peduli dan rendah hati. Ketika disakiti, sesungguhnya manusia sedang mengalami pemurnian.
Bila begini cara mengalami kehidupan, maka uang dan kekuasaan berhenti menjadi monster menakutkan. Sekaligus membukakan kemungkinan bagi terlahirnya manusia otentik.
Bahan renungan:
- Muncul lenyap, itulah sifat alami semua fenomena. Yang baik muncul-lenyap, yang busuk muncul-lenyap
- Ciri manusia menderita sederhana, mencengkeram berlebihan yang baik, sehingga menderita saat yang baik lepas. Menendang berlebihan yang buruk, padahal putaran waktunya sudah tiba bagi yang buruk untuk menjadi tamu kehidupan. Dan menderita juga
- Mahluk tercerahkan berbeda, ia mendidik diri secara keras untuk menjadi langit, kemudian melihat semua fenomena sesederhana awan yang muncul lenyap. Inilah pintu kedamaian yang terbuka.
Sumber
0 comments:
Post a Comment