(diambil dari: Buku Kafe Etos, karya Jansen Sinamo)
Suatu hari seorang anak remaja secara tidak sengaja mendapati bahwa lengan ibunya ternyata jelek sekali, penuh dengan bekas luka bakar. Selama ini sang ibu berhasil menyembunyikannya dengan selalu memakai baju berlengan panjang hingga pergelangan. Si remaja kaget, terkejut dan menunjukkan mimik tidak suka, bahkan terlihat merasa jijik.
Ibu yang melihat reaksi anaknya demikian berkata dengan lembut "Nak, kamu ke sini deh sebentar. Ibu mau cerita tentang lengan ini." Perlahan si anak mendekati ibunya.
"Kamu tahu kenapa lengan Ibu jelek seperti ini?" tanyanya. Si anak menggeleng.
"Ceritanya begini. Dulu ketika kamu masih bayi, kita dalah keluarga baru yang datang dari Sumatera merantau ke Jakarta. Ayahmu hanya mampu mengontrak rumah sederhana di pemukiman padat. Setiap hari ayahmu membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan kita. Sedangkan Ibu selain mengasuh kamu juga harus bekerja sebagai buruh cuci."
Suatu hari, ketika Ibu sedang mencuci, terdengar teriakan, "Kebakaran..kebakaran..kebakaran..!" Dengan panik, Ibu meninggalkan cucian, berlari menuju kebakaran. Dan sesampai di sana Ibu langsung lemas, karena ternyata rumah kita sedang diamuk api."
"Tahukah di mana kamu saat itu? Tertidur pulas di kamar! Dengan histeris Ibu menerobos masuk, tetapi segera dihalangi sejumlah laki-laki bertangan kuat. Tentu tak mungkin Ibu membiarkan kamu dilalap api. Dengan sekuat tenaga dibantu badan licin berbalut sabun, Ibu pun terlepas."
"Ibu menerobos masuk, menerjang pintu kamar, dan menemukan kamu sudah dikelilingi api. Syukur kamu belum apa-apa. Dengan segera Ibu membungkus kamu dengan sarung Ibu yang memang sedang basah. Tinggal, bagaimana caranya keluar? Asap hitam di mana-mana dan Ibu kehilangan arah. Tapi Ibu nekat menerobos dan berhasil menemukan pintu."
"Sayang, karena panik, Ibu tidak memperhatikan sekeliling. Sebatang balok yang menyala menimpa bahu dan lengan Ibu. Kamu terlepas dan diselamatkan warga. Tapi seperti inilah lengan Ibu jadinya."
Mendengar kisah dramatis itu, si remaja diam terpaku, terpesona. Perasaan haru memenuhi hatinya sehingga tanpa sadar air mata pun meleleh di pipinya. Perlahan ia mendekatkan dirinya ke tangan ibunya, memeluk, dan menciuminya seraya berkata, "Tangan Ibu hebat. Aku bangga. Ibu begitu sayang, rela mengorbankan segalanya demi aku. Aku sayang lengan Ibu."
Sesuatu itu baik atau buruk tergantung pada bagaimana kita melihatnya. Lengan Ibu tampak buruk tanpa kisah di baliknya. Namun ketika kisahnya dibentangkan, seketika terjadi perubahan pandangan: dari lengan buruk menjadi lengan indah.
Etos 5: Kerja adalah ibadah, aku bekerja serius penuh kecintaan; menuntut kita menggeser cara pandang pada pekerjaan. Ketika kita bekerja dengan niat untuk dipersembahkan kepada Tuhan -dengan paradigma keberibadahan- dalam sekejap wajah pekerjaan pun menjadi mulia.
Wajah kerja sering terasa buruk. Bisa karena upahnya yang kecil, jaraknya yang jauh dari rumah, suasana yang monoton, fasilitasnya yang tak sebaik harapan, teman sekantor yang tak bersahabat, dan banyak alasan lainnya. Namun jika kita mengerti bahwa pekerjaan adalah cara Tuhan memberkati kita, juga membentuk pribadi kita menjadi insan terbaik, maka timbullah kesadaran: pekerjaan itu sangat berharga, bahkan mulia hakikatnya.
Renungkanlah makna baru pekerjaan Anda. Dengan pekerjaan itu, melalui pekerjaan itu, Anda pernah, sedang, dan akan diberkati Tuhan. Dengan cara demikian, seperti bunyi etos ini, kerja adalah ibadah, maka kita harus mampu bekerja serius penuh kecintaan dan penuh sukacita.
Sumber
0 comments:
Post a Comment