Gold Price

Category

Search This Blog

Saturday, June 21, 2014

OSTEOARTRITIS (Nyeri Sendi)


OSTEOARTRITIS (NYERI SENDI)

By: Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt


          Osteoartritis merupakan gangguan persedian yang ditandai dengan adanya nyeri dan kekakuan sendi yang biasanya banyak terjadi pada usia lanjut. Berdasar data Center for Disease Control and Prevention (CDC)1, angka kejadian osteoartritis pada usia > 25 tahun sebanyak 13,9% dan pada usia > 65 tahun sebanyak 33,6%. Jenis kelamin juga menjadi faktor resiko dimana wanita memiliki resiko yang lebih tinggi dibanding pria.

PENYEBAB
Osteoartritis disebabkan beberapa faktor. Selain faktor usia, osteoartritis juga disebabkan karena kondisi lain seperti kegemukan, cedera, abnormalitas pada saat dilahirkan, penyakit diabetes dan gout, serta penyakit hormon lainnya.
GEJALA
Gejala umum osteoartritis adalah nyeri pada sendi yang biasanya disertai pembengkakan. Pada kondisi yang lebih parah, akan menyebabkan nyeri parah pada saat istirahat, kesemutan, kekebasan dan pembesaran keras pada daerah sekitar nyeri.
PATOFISIOLOGI
Osteoartritis dibedakan menjadi 3 yaitu :
1.   Osteoartritis Lutut (degenerasi sendi lutut)
Jenis artritis ini paling banyak dijumpai kejadiannya di Indonesia terutama pada pasien lanjut usia. Pada perjalanannya, nyeri ini seringkali menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari. Komplikasi lain yang terjadi yaitu keterbatasan ruang gerak sendi disertai kekakuan, deformasi lulut menjadi bentuk O (genu varum) atau bentuk x (genu valgus). Komplikasi yang terjadi pada osteoartritis ini berlangsung secara perlahan tapi pasti akibatnya menimbulkan ketidakmampuan berdiri dan berjalan.
Sendi merupakan bagian yang menghubungkan antar tulang sehingga tulang bisa digerakkan. Komponen terpenting pada sendi adalah tulang rawan sendi (articular cartilage) yaitu jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang dan berfungsi sebagai bantalan. Matriks ekstraselular pada jaringan ini terdiri dari kolagen yang padat dan proteoglikan yang menyebabkan permukaannya menjadi licin dan tahan terhadap gesekan.
Adanya kolagen dan proteoglikan memfasilitasi gerakan dan mencegah pembengkakan pada tulang rawan sendi. Kolagen dan proteoglikan bekerja dengan cara menarik kation menghasilkan tekanan osmolalitas yang tinggi, akibatnya air akan tertarik kedalam tulang rawan sendi. Permukaan menjadi licin sehingga pada saat terjadi pergerakan/biomekanik pada sendi, tidak terjadi gesekan.
Pada kondisi fisiologis, matriks ekstraselular memiliki waktu paro bertahun-tahun sehingga metabolismenya berjalan sangat lambat. Namun dengan adanya peningkatan beban mekanik (peningkatan berat badan), bertambahnya usia dan adanya cedera dapat mempercepat proses metabolismenya. Tulang rawan sendi akan terdegradasi menyebabkan keretakan matriks. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan (inflamasi) yang jika dibiarkan berkepanjangan akan terjadi kerusakan sendi parah sehingga harus di operasi.
2.   Osteoartritis Kaki (Ankle osteoarthritis)
Merupakan artritis yang terjadi pada 60 – 80% pada pasien yang memiliki riwayat cidera pergelangan kaki. Biasa terjadi pada atlet sepakbola atau penari balet. Penyembuhan dilakukan dengan cara istirahat, mengurangi gerak dengan menggunakan sepatu rocker bottom sole atau menggunakan Ankle bandage.
3.  Osteoartritis Tangan
Osteoartritis tangan ditandai dengan terbentuknya pembesaran keras pada sendi jari (Herberden’s node) yang biasanya disebabkan karena abnormalitas saat dilahirkan.
TATALAKSANA TERAPI
Saat ini masih belum ditemukan terapi yang dapat menyembuhkan osteoartritis. Terapi yang saat ini diberikan hanya ditujukan untuk mengurangi nyeri, memperbaiki pergerakan sendi, dan membatasi kerusakan sendi. Terapi yang biasa diberikan yaitu :
  1. Terapi Non Farmakologi
Terapi ini meliputi :
a.  Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien
Pemberian informasi dan edukasi pasien diperlukan agar pasien mengerti tentang kondisi penyakit yang dihadapi dan dapat melakukan perubahan gaya hidup kearah yang positif.
b.  Latihan Kekuatan dan Senam Aerobik
Latihan bermanfaat untuk menguatkan otot sekitar sendi yang akhirnya akan membantu pengurangan berat badan. Berenang, jalan kaki, bersepeda stasioner atau latihan beban ringan sangat dianjurkan karena terbukti mampu mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki kekakuan sendi.2
c.  Penurunan Berat Badan
Berkurangnya berat badan mengurangi beban yang disangga oleh sendi sehingga mengurangi nyeri sendi dan memperbaiki fungsi sendi.3
d.  Penggunaan Alat Bantu
Alat bantu seperti sepatu penyerap goncangan, tongkat dll dipertimbangkan sebagai tambahan terapi untuk mengurangi rasa nyeri saat beraktivitas.
  1. Terapi Farmakologi
a.  AINS Topikal
AINS Topikal lebih disarankan dibanding AINS oral. Menurut hasil sebuah meta analisis menunjukkan bahwa AINS Topikal terbukti efektif mengurangi nyeri dan kekakuan sendi.4Beberapa sediaan AINS Topikal seperti ibuprofen, Na. Diklofenak, salisilamid dalam bentuk salep, krim, atau gel lebih dianjurkan dibanding koyo karena berdasar penelitian yang ada menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada koyo dibandingkan plasebo untuk penyakit osteoartritis.5
b.  Paracetamol
Pedoman terapi menganjurkan penggunaan paracetamol sebagai pilihan utama analgesik untuk pasien osteoartritis dengan pembatasan pemakaian 500 mg untuk satu kali minum dan tidak lebih dari 4 g dalam sehari.6
c.  Kapsaisin
Penggunaan kapsaisin topikal dapat digunakan pada penderita osteoartritis lutut atau tangan. Meskipun seringkali menimbulkan sensasi terbakar dan kemerahan pada area yang dioleskan, namun tidak perlu penghentian terapi.3
d.  AINS Oral
Prinsip penggunaan AINS Oral adalah sebagai berikut :
-          Jika AINS Topikal atau Paracetamol tidak cukup kuat mengatasi nyeri
-          Penggunaan AINS Oral dimulai dari dosis efektif terkecil dan lama pemberian sesingkat mungkin7
e.  Operasi Joint Arthroplasty
Rujukan operasi dibuat sebelum terjadi kerusakan sendi yang parah.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Center for Disease Control and Prevention. Osteoartritis [internet]. 2011 Available atwww.cdc.gov/arthritis/basics/osteoarthritis.html
  2. Zhang W, Moskowitz RW, Nuki G, Abramson S, Altman RD, Arden N, et al. OARSI Recommendation For The Management of Hip and Knee Osteoarthritis, Part I : Critical Appraisal of Existing Treatment Guidelines and Systematic Review of Current Research Evidence. Osteoarthr. Cartil. 2007 Sep;15(9): 981 – 1000
  3. Zhang W, Moskowitz RW, Nuki G, Abramson S, Altman RD, Arden N, et al. OARSI Recommendation For The Management of Hip and Knee Osteoarthritis, Part II : OARSI Evidence-based. Expert Concensus Guidelines, Osteoarth. Cartil. 2008 Feb;16(2) : 137 – 62
  4. Lin J, Zhang W, Jones A, Doherty M. Efficacy Of Topical NSAIDs In The Treatment of Osteoartritis : a Meta-analysis of Randomized Controlled Trials. Chin J Evid Based Med 2005; 5(9) : 667 – 74
  5. NICE. CG59 Osteoarthritis : Full Guidence [internet]. NICE 2008 Available at www.nice.org.uk
  6. Recommendation For The Medical Management of Osteoarthritis of The Hip and Knee. American College of Rheumatology Subcommitee on Osteoarthritis Guidelines. Arthritis Rheum. 2000 Sep; 43(9): 1905 – 15
  7. National Collaborating Center for Chronic Conditions. Osteoarthritis. The Care and Management of Osteoarthritis in Adults. NICE. London. 2008

PEMERIKSAAN TES DARAH LENGKAP


Eritrosit

Eritrosit berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan oksigen keseluruh tubuh. Eritrosit tinggi umumnya terjadi pada kondisi : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Gagal Jantung Kongestif, Perokok, Pre-eklamsia, Diabetes gestasional

Eritrosit rendah umumnya terjadi pada kondisi : Anemia kecuali Thalasemia, Leukimia, Hipertyroid, Penyakit Hati Kronik, Penyakit Kanker, Lupus, Sarcoidosis.

Indeks eritrosit terdiri dari :

  1. Mean Corpuscular Volume (MCV) : MCV merupakan volume rata-rata eritrosit yang diketahui melalui pengukuran langsung atau dengan cara perhitungan.  MCV diatas normal menunjukkan kondisi Anemia Makrositik (ukuran sel diatas sel normal). Biasanya dijumpai pada penderita Anemia Pernisiosa, Pecandu Alkohol, Defisiensi Asam Folat, HIV.  MCV dibawah normal menunjukkan kondisi  Anemia Mikrositik (ukuran sel dibawah sel normal). Biasanya dijumpai pada penderita Anemia Defisiensi Besi, Thalasemia, Keracunan Timah
  2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) : MCH merupakan jumlah rata-rata hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit.
  3. Mean Corpuscular Hemoglobulin Concentration (MCHC) : MCHC merupakan konsentrasi rata-rata hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit.



Hemoglobin

Hemoglobin adalah si pembawa oksigen dalam sel darah merah kita. Normalnya, hemoglobin perempuan berkisar antara 12-14 g/dL, sedangkan laki-laki 13-16 g/dL. Nilai hemoglobinlah yang menjadi patokan seseorang dikatakan anemia atau tidak.

Hb merupakan protein di dalam sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen.  Hb tinggi ditemukan pada kondisi PPOK, Gagal Jantung Kongestif, Perokok, Pre-eklamsia. Sedangkan Hb rendah ditemukan pada kondisi Penyakit Hati Kronik, Anemia, Hipertyroid, Kanker, Lupus.


Hematokrit

Hematokrit adalah perbandingan sel darah merah dan volume darah secara keseluruhan.  Jika hematokrit < 36% berarti menderita anemia.

  • MCV (mean corpuscular volume) : volume sel darah merah.
  • MCH (mean cell hemoglobin) : jumlah hemoglobin dalam tiap sel darah merah.

Pemeriksaan di atas biasanya sudah tercantum dalam pemeriksaan darah rutin. Nilai MCV dan MCH dapat memberi arahan mengenai kemungkinan penyebab anemia. Misalnya saja, anemia akibat kekurangan zat besi, kadar MCV dan MCHnya rendah. Sedangkan anemia akibat kekurangan asam folat atau B12 akan menunjukkan kadar MCV dan MCH tinggi. Anemia akibat perdarahan yang berlangsung cepat menunjukkan MCV dan MCH yang normal. 

Jika kadar hemoglobin Anda rendah dan diikuti dengan kadar MCV dan MCH rendah, maka dokter biasanya akan memeriksakan gambaran darah tepi, retikulosit, serum iron, serta serum ferritin.


Trombosit


Trombosit adalah sel darah yang berperan dalam proses pembekuan darah. Nilai trombosit dibawah nilai normal (trombositopenia) biasanya terjadi pada kondisi Demam Berdarah Dengue (DBD), Immunologic Thrombocytopenia Purpurae (ITP), Pendarahan, dll. Sedangkan nilai trombosit diatas normal biasanya terjadi pada kondisi infeksi.




Platelet Distribution Widht (PDW)

PDW merupakan koefisien variasi ukuran trombosit. PDW tinggi ditemukan pada sikle cell disease dan trombositosis, sedagkan PDW rendah berarti trombosit mempunyai variasi ukuran yang kecil.


Mean Platelet Volume (MPV)

MPV merupakan volume rata-rata trombosit. MPV rendah terjadi pada trombositopenia, sedangkan MPV tinggi dapat digunakan sebagai indikator trombosit megakariosit.


Red Cell Distribution Widht (RDW)

RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit. Untuk mengetahui nilai normal dari pemeriksaan (klik disini). RDW tinggi mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, keadaan ini disebut anisositosis, ditemukan pada anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12. RDW rendah artinya eritrosit mempunyai variasi ukuran kecil.  


Hemoglobin Distribution Widht (RDW)

HDW merupakan koefisien variasi hemoglobin pada setiap eritrosit. HDW bermanfaat untuk memperkirakan anisokromasia.

Leukosit

Hitung sel darah putih menunjukkan jumlah sel darah putih per mikroliter darah. Peningkatan leukosit dapat ditemukan pada berbagai kondisi, seperti :

  • Penyakit infeksi bakteri
  • Perdarahan akut
  • Disfungsi endotel
  • Leukimia
  • Terpapar bahan beracun
  • Gagal ginjal (nefritis)
  • Penyakit inflamasi kronis
  • Reaksi stres, olahraga, panas, dingin, anestesi, merokok sigaret
  • Pengobatan dengan quinine, adrenalin, steroid dll
  • Penurunan leukosit dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti :
  • Penyakit infeksi virus
  • Penyakit sumsum tulang
  • Depresi sumsum tulang
  • Pemakaian quinolon



Gambaran Darah Tepi
Dalam pemeriksaan ini, setetes darah Anda akan diletakkan pada kaca dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil yang didapat tidak lagi berupa angka, namun berupa laporan sel apa sajakah yang terlihat, apakah jumlahnya terkesan normal atau berkurang, dan bagaimana bentuk sel-sel tersebut.

Pemeriksaan ini sangat penting untuk melihat apakah ada sel-sel darah muda, yang seharusnya masih berada di sumsum tulang. Sel-sel muda tersebut menandakan keganasan darah atau yang kita kenal sebagai leukimia. Atau apakah terdapat sel-sel abnormal yang menggambarkan penyebab anemia Anda. Kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12 dapat pula terlihat dari pemeriksaan sederhana ini.

Retikulosit
Retikulosit merupakan sel darah yang baru saja dikeluarkan oleh sumsum tulang ke peredaran darah. Jumlah normal retikulosit hanya sedikit dalam peredaran darah. Jumlahnya bisa meningkat saat tubuh mengalami perdarahan atau bila sel darah kita mengalami penghancuran secara cepat (hemolisis).

Serum Iron (SI)
SI merupakan jumlah besi dalam peredaran darah kita. Namun kadar SI bisa menipu. Pada tahap awal defisiensi besi, jumlahnya dipertahankan normal oleh tubuh. Pada saat itu, tubuh mencukupi kebutuhan besi dengan mengambil cadangan besi. Pada saat jumlah cadangan besi mulai menipis, barulah kadar SI mulai turun. Jadi, jika kadar SI sudah turun, artinya kekurangan zat besi sudah tak dapat lagi dikompensasi oleh tubuh.

Serum Ferritin
Feritin merupakan cadangan besi yang tersimpan di dalam sel. Feritin serumlah yang pertama kali turun pada tahap awal defisiensi besi.



Referensi:
1. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th edition. McGrawHill Companies, 2008.



Sunday, June 15, 2014

Sel Punca, Harapan Terapi Masa Depan





Terapi sel punca terus mengalami kemajuan. Sifat ”sel awal” yang mampu berubah bentuk dan berfungsi menjadi organ tubuh apa pun menjadikan sel punca sebagai harapan pengobatan pada masa depan.

Sel punca (stem cell) dalam tubuh bisa diibaratkan suku cadang untuk mengganti sel-sel yang secara alami mati atau yang rusak karena penyakit. Masalahnya, laju kerusakan acap kali tidak secepat perbaikan yang dilakukan sel punca.

Kini, percepatan perbaikan bisa dilakukan di luar tubuh. Caranya, mengambil sel punca dari sumsum tulang belakang, sel darah tepi, atau tali pusar, kemudian dibiakkan dan diinjeksikan lagi ke organ yang membutuhkan perbaikan.

Yuyus Kusnadi, peneliti utama dari Stem Cell and Cancer Institute (SCI), Jakarta, mengatakan, umumnya sel punca diambil dari sumsum tulang belakang karena memiliki lebih banyak sel punca.

Menurut Yuyus, tidak mudah mengisolasi sel punca. ”Hanya ada satu sel punca dalam 10.000 sel sumsum tulang belakang. Sedangkan dalam darah, hanya ada satu sel punca di antara 100.000 sel. Isolasi sel punca dipastikan dengan fluorescence activated cell sorting (FACS) atau flowcytometer.

Peneliti lain SCI, Indra Bachtiar, menjelaskan, FACS merupakan alat pendeteksi karakteristik suatu sel berdasarkan pendaran sinar fluoresens.

FACS melihat tanda penomoran tertentu pada sel punca, yang dikenal sebagai cluster of differentiation. Misalnya, CD105 dan CD73 untuk penanda sel punca mesenkimal (mampu berdiferensiasi menjadi sel penyusun jaringan ikat, seperti osteosit, kondrosit, dan adiposit), sel punca hematopoietik CD34, sel punca saraf CD133, dan sel punca jantung Sca-1.

Dalam laboratorium, sel punca yang diisolasi kemudian dibiakkan dalam larutan agar memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi organ tubuh tertentu.

Dipandu larutan

Jika ingin sel punca berdiferensiasi menjadi (jaringan) hematopoietik, digunakan iscove modified eagle’s medium (IMDM). Kalau ingin menjadi jaringan mesenkimal, diberi larutan alfa-modified eagle’s medium (alfa-MEM) dan dulbeco modified eagle’s medium (DMEM).

Diferensiasi menjadi sel jantung dapat dipacu dengan 5-azacytidine dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Larutan itu dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi mirip lingkungan di sekitar organ yang diinginkan.

Untuk radang sendi, kelainan tulang rawan, dan patah tulang yang sulit tersambung, sel punca diambil dari sumsum tulang pasien sendiri. Untuk mengetahui apakah sel punca berdiferensiasi (berubah) menjadi tulang rawan, pada medium perlu ditambahkan faktor penumbuh agar berkembang menjadi tulang rawan, seperti transforming growth factor (TGF-b).

Cairan berisi sel punca kemudian diinjeksikan ke tulang rawan pasien. Secara alami, sel-sel ini menyatu dengan tulang rawan yang ada.

Berbagai penyakit

Sejak tahun 2009, SCI menangani dua pengulturan sel punca pasien radang sendi. Dua pasien itu mengalami kemajuan dan berangsur normal. Dalam laporan penggunaan sel punca pada Bagian Ortopedi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr Soetomo, Surabaya, penyembuhan lebih cepat tiga bulan dibandingkan dengan pengobatan biasa.

Yang paling banyak menggunakan terapi adalah pasien gangguan jantung, lebih dari 30 pasien, mayoritas berusia 50-70 tahun.

Di Indonesia, terapi sel punca pada jantung pertama kali dilakukan oleh tim gabungan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan RS Medistra, Jakarta. Studi pendahuluan mulai September 2007 dan mengikutsertakan enam penderita serangan jantung akut.

Tiga bulan setelah terapi, sebagian sel jantung keenam pasien yang semula mati dapat hidup lagi, memperoleh aliran darah, dan berfungsi normal.

Menurut dokter ahli bedah plastik Yefta Moenadjat, terapi sel punca juga diterapkan pada penderita luka bakar.

Terapi sel punca dalam jangka pendek mampu mempersingkat inflamasi dan memperbaiki fase pembentukan jaringan, menutup jaringan yang luka, serta memfasilitasi proses epitelialisasi, yaitu memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.

Namun, dari berbagai referensi, kata Yefta, terapi ini tidak sempurna. Bekas luka, misalnya, masih terlihat seperti kulit kering yang tidak ditumbuhi rambut.

Pada masa depan, kemungkinan masih terbentang luas. Masih banyak penyakit yang berpotensi diterapi menggunakan sel punca, seperti diabetes, stroke, dan autisme.



ICHWAN SUSANTO

Selasa, 26 Juli 2011

Sunday, June 8, 2014

Mengenal Pemasangan Stent Jantung


Sebut saja namanya Tuan Y. Sejak tahun 2005, pria berusia 53 tahun ini telah menerima pemasangan tiga stent di pembuluh darah koroner kanan. Tapi kondisi ini tidak menyurutkan langkah bapak dua anak ini. Walau terkadang pundaknya sering merasa pegal dan perut cepat kembung, dia tetap aktif menjalankan serangkaian tugas kantornya. “Pemasangan stent pada jantung memang bukan akhir dari segalanya”. 

Mari kita membahas terlebih dahulu, “Apakah itu stent”.



Stent adalah sebuah tabung kecil (small mesh tube) yang digunakan untuk mengatasi penyempitan atau kelemahan dinding arteri dalam tubuh kita. Dan arteri adalah pembuluh darah yang bertugas membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh kita.

Pemasangan stent dapat menjadi suatu bagian dari prosedur yang disebut angioplasti. Angioplasti bertujuan untuk mengembalikan aliran darah menjadi normal kembali, melewati arteri yang sudah menyempit atau tertutup. Dan, stent membantu mencegah arteri yang  mengalami penyempitan atau tertutup lagi dalam hitungan bulan atau tahunan setelah prosedur angioplasty.

Stent juga dapat ditempatkan di arteri yang dindingnya sudah mengalami kelemahan karena mencegah dari “robekan” arteri (ruptur arteri).

Jenis-jenis Stent

Stent biasanya terbuat dari bahan metal (bare metal stents), tapi beberapa terbuat dari bahan kain dan disebut fabric stent. Fabric stent biasa juga disebut stent grafts dan biasanya digunakan pada arteri ukuran besar, stent ini biasanya memiliki kaitan pada kedua ujungya, diletakan sebagai pelapis baru dari dinding arteri. Hal ini dapat memperkuat dinding arteri dan mencegah robekan arteri.

Ada satu jenis stent lagi yaitu Drug Eluting Stent (DES), yaitu sebuah stent yang melepaskan obat yang menghentikan sel berproliferasi (pembentukan sel baru lagi), sehingga akan mencegah sumbatan ulang (thrombus) setelah arteri dibebaskan dengan pemasangan stent atau biasa dikenal sebagai proses restenosis. 

Pada Arteri Mana Sajakah Stent Dapat Digunakan?

  1. Pada arteri koronaria: Suatu penyakit yang disebut penyakit jantung koroner (PJK), atau penyakit arteri koronaria, adanya suatu plak dari substansi lemak yang terbentuk didalam pembuluh arteri koronaria jantung. Plak tersebut mempersempit diameter arteri koronaria sehingga mengurangi aliran darah yang kaya oksigen untuk sampai ke otot jantung.  Hal ini menjadi penyebab rasa nyeri pada dada yang kita kenal dengan angina atau suatu serangan jantung (heart attack). Kadar kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes dan merokok dapat memicu terjadinya PJK.
  2. Pada arteri karotis: Pada sisi kanan dan kiri dari leher kita terdapat pembuluh darah yang disebut arteri karotis. Arteri- arteri ini berfungsi untuk membawa aliran darah dari jantung ke otak. Plak juga dapat mempersempit arteri karotis, dan hal ini beresiko untuk menyebabkan stroke.
  3. Pada arteri-arteri lain: Arteri-arteri pada ginjal dapat juga mengalami penyempitan, yang akan berakibat penurunan aliran darah ke ginjal dan akan mempengaruhi kemampuannya untuk mengendalikan tekanan darah. Hal ini dapat menjadi penyebab kenaikan tekanan darah. Plak juga dapat menyempitkan arteri-arteri di kaki dan lengan setelah beberapa waktu. Keadaan ini disebut penyakit arteri perifer. Penyempitan ini menyebabkan rasa nyeri dan  rasa kejang pada anggota gerak yang terkena.  Untuk mengatasi hal-hal tersebut, dokter akan melakukan angioplasty pada pembuluh darah yang mengalami penyempitan. Prosedur ini biasanya diikuti pemasangan stent pada arteri yang terkena. Stent membantu agar arteri tetap terbuka penuh.
  4. Pembuluh darah arteri utama yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh tubuh disebut aorta. Setelah beberapa lama, beberapa area di dinding aorta akan menjadi lemah. Kelemahan pada area dinding ini dapat menyebabkan tonjolan (bulge) yang disebut aneurisma. Aorta yang memiliki aneurisma sewaktu-waktu dapat pecah, hal ini menyebabkan perdarahan organ dalam. Dan untuk mencegah hal tersebut, dokter akan menempatkan fabric stent pada dinding aorta yang melemah.

Lalu, Bagaimana Prosedur Pemasangan Stent Jantung? Untuk proses pemasangan stent, dokter akan membuat suatu lubang masuk kecil di pembuluh darah pada paha bagian atas, lengan atau leher. Melalui lubang masuk ini, dokter akan memasukan sebuah tube kecil, fleksibel disebut kateter dengan sebuah balon yang dapat dikembangkan pada ujungnya.

Sebuah stent akan diletakan diantara balon yang sudah dikembangkan. Ujung dari kateter ini akan berulir sampai ke bagian arteri yang menyempit atau tempat aneurisma atau tempat robekan aorta.

Untuk penyempitan arteri oleh plak, dokter menggunakan pewarna khusus untuk melihat penyempitan pembuluh darah. Dokter akan mengembungkan balon, hal ini akan mendorong plak dan menekannya ke dinding arteri. Balon yang dikembungkan penuh juga akan mengembangkan stent, dan mendorongnya ke arah arteri. Lalu balon akan dikempeskan dan ditarik keluar bersama dengan kateter. Stent akan tetap di dalam arteri.

Lihat gambar berikut ini:



Disarikan dari: 
1.What is A Stent? http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/stents/
2.What Are Stents Made Of? http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/stents/placed.html
3.Hidup baru dengan Stent. http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=158

Sumber

Saturday, June 7, 2014

BAHAYA DARI EFEK SAMPING TRANSPLANTASI STEM CELL


Posted by astrid in Artikel Kesehatan on May 24th, 2013 | no responses

Obat yang berfungsi untuk mengatasi penyakit dikenal memiliki efek samping terutama jika penggunaan dari obat tidak memenuhi syarat.

Begitu pula dengan metode pengobatan dengan sel punca atau yang dikenal dengan stem cell yang dikenal bisa menimbulkan beberapa resiko kesehatan.

“Efek samping metode stem cell adalah infeksi, sedangkan efek samping lainnya adalah Graft Versus Host Disease (GVHD), yaitu pada saat sel-sel tubuh penerima menyerang sel-sel stem cell,” kata dr Yvonne Loh, hematologis dari Gleneagles Hospital, Singapura pada hari Senin tanggal 20 Mei 2013.

Dr Yvonne menjelaskan di dalam acara Gleneagles Annual Scientific Meeting ke-15 yang diselenggarakan di Hotel Regent, Singapura, bahwa GVHD tidak sama dengan penolakan organ transplantasi.

Pada saat melakukan transplantasi, sel-sel darah putih mengira stem cell yang berasal dari luar sebagai lawan, lalu menyerangnya.

Dr Yvonne yang juga menjabat sebagai Medical Director of Haematopoietic Stem Cell Transplant di Gleneagles Hospital menjelaskan dengan lebih lanjut bahwa masalah ini merupakan yang paling sering beresiko walaupun penolakan masih ada namun memiliki resiko yang sangat kecil.

“Kemungkinannya kecil jika terjadi penolakan. Jika stem cell berasal dari keluarga, maka memiliki kemungkinan penolakan sekitar 1 persen. Namun jika berasal dari luar keluarga, maka kemungkinannya 3-5 persen. Jadi penolakan sangat jarang terjadi jika dibandingkan dengan penyerangan yang mencapai 30 – 40 persen,” terangnya.

Transplantasi Stem Cell

Transplantasi Stem Cell

Stem cell bisa berasal dari darah tali pusat, sumsum tulang belakang dan darah tepi. Namun sumbernya juga bisa berasal dari tubuh pasien sendiri, namun juga bisa berasal dari orang lain, asal memiliki stem cell dengan antigen yang cocok dengan donor. Ketidakcocokan antigen ini dapat menicu GVHD.

“Pada umumnya GVHD lebih banyak terjadi pada pasien yang berusia lebih tua namun juga bisa terjadi jika donor stem cell tidak cocok 100 persen. Kita bisa melakukan transplantasi meski 100 persen tidak cocok dengan penerima, kita bisa melakukan dengan tingkat kecocokan 80 persen,” ujar dr Yvonne.

Maka dari itu, tidak salah jika GVHD dianggap sebagai masalah yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penolakan organ. Hanya saja, penyakit ini bisa dikontrol. Jika tidak dikontrol, GVHD bisa berkembang menjadi masalah yang serius dan bisa menyebabkan pasien mengalami kematian.

ARTERIOVENOUS MALFORMATIONS (AVM)


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT

1.      PENGERTIAN
Arteriovenous malformations (AVM) adalah massa arteri dan vena yang bergelung-gelung, tidak menyalurkan oksigen ke otak karena tidak memiliki kapiler (Gruendemann & Fernsbner, 2005). AVM atau malformasi pembuluh darah atreri dan vena yaitu suatu kondisi dimana pembuluh darah arteri dan vena saling berhubungan tanpa adanya pembuluh darah kapiler. AVM merupakan kelainan kongenital yang jarang terjadi namun berpotensi menimbulkan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.

2.      EPIDEMIOLOGI
Insiden AVM di Amerika Serikat tidak sepenuhnya diketahui karena hanya 12% dari kasus AVM yang menimbulkan gejala. Insiden AVM diperkirakan sekitar 300.000 kasus. Kematian terjadi pada 10-15% kasus dengan perdarahan, dan berbagai derajat morbiditas terjadi pada sekitar 30-50% kasus. Rata-rata usia penderita AVM adalah 33 tahun, dengan 64% yang diidentifikasi sebelum 40 tahun (Yeager, 2009).

3.      ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya MAV tidak dapat diketahui secara pasti. Umumnya, MAV disebabkan oleh kelainan kongenital/bawaan yang terjadi pada masa embrio sehingga seseorang lahir dengan kelainan tersebut. Tetapi, penyakit ini tidak diturunkan secara herediter (tidak ada diteruskan ke anak ataupun mendapatkannya secara genetis dari faktor keturunan).

4.      PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya AVM hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa AVM tejadi akibat kelainan kongenital dimana arteri dan vena menyatu tanpa adanya pembuluh darah kapiler yang tejadi pada masa embrio. Arteri dan vena yang menyatu ini dapat menyebabkan gangguan karena perbedaan struktur anatomis dari kedua pembuluh darah tersebut. Peningkatan tekanan aliran darah arteri yang tinggi ke dalam vena menyebabkan vena mengalami vasodilatasi dan kelemahan. Dilatasi vena terus-menerus dapat menyebabkan vena ruptur dan terjadi perdarahan. AVM dapat berbahaya bila terjadi di dalam kavum intrakranial. Perdarahan ke dalam intrakranial akibat rupture vena AVM menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini dapat menyebabkan edema otak yang dapat menyebabkan nyeri dan perubahan perfusi jaringan serebral serta gangguan mobilitas fisik bila mengenai saraf-saraf kranial.

5.      KLASIFIKASI

Terdapat 5 tipe MAV, yaitu:


  • MAV murni/True arteriovenous malformation (AVM): Tipe yang paling umum terjadi, timbul koneksi abnormal antara arteri dan vena yang tidak melibatkan jaringan otak.
  • Malformasi vena/Venous malformation : Pada tipe ini yang mengalami kelainan hanya pembuluh darah vena. Sehingga vena yang mengalami defek akan mengalami pelebaran.
  • Malformasi kavernosa tersembunyi/Occult AVM or cavernous malformations : Pada tipe ini malformasi vascular menyebabkan perdarahan dan menghasilkan kejang.
  • Haemangioma : Haemangioma adalah kelainan vaskular yang ditemukan di permukaan otak ataupun di permukaan kulit ataupun wajah. Hemangioma dapat membesar dan merupakan kantung yang berisi darah yang timbul di antara jaringan normal di seluruh area tubuh.
  • Fistula selaput otak : Selaput otak disebut sebagai duramater, apabila timbul koneksi abnormal antara pembuluh darah otak dengan lapisan selaput otak, koneksi abnormal ini disebut fistula, terdapat 3 tipe fistula duramater yaitu:


  1. Fistula sinus karotis kavernosa; yang timbul di bagian belakang mata, dan umumnya menimbulkan gejala apabila terjadi perdarahan di area belakang bola mata. Pasien akan mengalami gejala seperti pembengkakan pada mata, penurunan fungsi penglihatan, kemerahan pada mata dan timbulnya kongesti. Terkadang timbul bunyi berdesir.
  2. Fistulas sinus sagittal dan kulit kepala; fistula yang timbul di puncak kepala, pasien umumnya mengeluh bising, sakit kepala dan nyeri pada bagian puncak kepala. Dan dapat ditemukan pembesaran pembuluh darah di bagian kulit kepala ataupun di area bawah telinga.
  3. Fistula sinus duramater sigmoid transversa; timbul di bagian belakang telinga dan umumnya pasien mengeluh mendengar bising yang terus menerus yang ritmik mengikuti detak jantung, nyeri yang terlokalisir di bagian belakang telinga, sakit kepala dan nyeri pada bagian tengkuk.


6.      MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari AVM otak meliputi:

  1. Kejang
  2. Seperti mendengar suara mendesing
  3. Sakit kepala
  4. Kelemahan progresif atau mati rasa


Ketika terjadi perdarahan dalam otak, tanda dan gejalanya seperti stroke, antara lain:

  1. Sakit kepala mendadak
  2. Kelemahan, kesemutan atau kelumpuhan
  3. Penurunan penglihatan
  4. Kesulitan berbicara
  5. Ketidakmampuan untuk memahami orang lain


7.      PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pemeriksaan AVM :


  1. Vital signs: normotensi atau hipertensi, takikardia, dapat terjadi apnea.
  2. Neurological assessments: dapat terjadi defisit neurologi pada motorik, sensorik, dan verbal tergantung pada lokasi AVM di otak. Selain itu, dapat ditemukan juga gangguan pada memori, penglihatan, dan koordinasi gerakan.


8.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Terdapat tiga pemeriksaan utama yang dilakukan untuk mendiagnosa AVM otak, yaitu :


  1. Cerebral arteriography : Angiography dapat digunakan untuk mengetahui ukuran AVM. Angiografi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi pola drainase vena (dangkal, dalam, atau campuran). Selain itu, angiografi sering menggambarkan faktor risiko yaitu perdarahan, termasuk aneurisma dan stenosis vena. Perencanaan angiografi merupakan langkah penting dalam intervensi neuroradiologik dan evaluasi bedah saraf pasien dengan AVM.
  2. Computerized tomography (CT) scan : CT scan otak adalah tes pencitraan untuk mengevaluasi sakit kepala akut atau perubahan status mental akut lainnya akibat perdarahan otak akut. Adanya perdarahan lobar dicurigai sebagai adanya massa atau AVM. CT scan otak dapat digunakan untuk mengidentifikasi area perdarahan akut, dan hasilnya dapat menyarankan adanya malformasi pembuluh darah terutama dengan penggunaan bahan kontras. Selanjutnya, CT scan dapat menunjukkan kalsifikasi unik vaskular terkait dengan AVM.
  3. Magnetic resonance imaging (MRI) : MRI dapat membantu mengidentifikasi dan mengetahui karakter AVM dari SSP, termasuk otak dan sumsum tulang belakang, tanpa menggunakan radiasi atau teknik invasif. MRI adalah pemeriksaan pilihan pada pasien dengan sakit kepala kronis, gangguan kejang dengan etiologi yang tidak diketahui, dan tinitus. MRI biasanya mengikuti pemeriksaan CT scan dengan lesi vaskular yang mendasari, seperti AVM. disarankan. MRI dapat menunjukkan area keterlibatan AVM parenkim serta dilatasi arteri dan pelebaran vena (Koenigsberg, 2011).


9.      DIAGNOSIS
AVM biasanya didiagnosis dengan kombinasi magnetic resonance imaging (MRI) dan angiografi. Tes ini mungkin perlu diulang untuk menganalisis perubahan ukuran AVM, perdarahan baru, atau munculnya lesi baru.

AVM yang tidak ditangani dapat membesar dan pecah, menyebabkan perdarahan intraserebral atau SAH dan kerusakan otak permanen. Perdarahan dalam biasanya disebut sebagai perdarahan intraserebral atau parenkim, sedangkan perdarahan di dalam membran atau pada permukaan otak dikenal sebagai perdarahan subdural (SDH) atau SAH.

Kerusakan akibat dari perdarahan tergantung pada lokasi lesi. Perdarahan dari AVM yang terletak jauh di dalam jaringan interior atau parenkim otak, biasanya menyebabkan kerusakan saraf lebih parah daripada perdarahan dari lesi yang terletak di membran dural atau pial atau pada permukaan otak atau sumsum tulang belakang. Lokasi AVM merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan ketika menimbang risiko tindakan pembedahan dibandingkan non pembedahan. Mencegah pecahnya malformasi vaskular pecah adalah salah satu alasan utama pengobatan bedah saraf awal dianjurkan untuk AVM (Center for Neuro and Spine, 2010).

10.  TINDAKAN PENANGANAN

Obat-obatan
Pada beberapa pasien dengan faktor risiko rendah untuk terjadi pecahnya AVM, dapat diberikan obat-obatan untuk mengontrol kejang dan mengurangi sakit kepala.


  • Antikonvulsan : terapi antikonvulsan yang disesuaikan dengan jenis kejang umumnya dapat mengontrol terjadinya kejang. Kejang dapat dikendalikan dengan baik dengan fenitoin, carbamazepine, valproic acid, lamotrigin atau obat antiepilepsi lainnya yang diindikasikan untuk gangguan kejang parsial.
  • Analgesik : Sakit kepala onset akut tanpa tanda-tanda neurologis mungkin merupakan tanda terjadinya pendarahan, baik intraventrikular atau subarachnoidal, dan perlu penilaian langsung oleh neuroimaging. Untuk sakit kepala AVM yang tidak berhubungan dengan perdarahan intrakranial, analgesik standar untuk sakit kepala dapat digunakan, baik nonspesifik atau migrain tertentu. Agonis serotonin dapat diberikan, kecuali pada pasien dengan gejala neurologis fokal.


Tindakan Operasi

  • Pembedahan reseksi : Pembedahan reseksi adalah tindakan pengobatan definitif dan paling efektif karena lebih mudah mengakses lesi yang berukuran lebih kecil. AVM dapat dicapai dengan kraniotomi melalui konveksitas serebral, dasar tengkorak, atau sistem ventrikel. Arteri diisolasi dan diikat, kemudian nidus direseksi. Vena diikat terakhir sehingga tekanan tidak meningkat saat nidus sedang direseksi. Angiografi dilakukan secara rutin pasca operasi untuk memastikan bahwa tidak ada sisa AVM.
  • Embolisasi endovaskular : Tindakan endovaskular meliputi tindakan memasukkan agen thrombus seperti quick-acting acrylate glue (N-butyl cyanoacrylate, NBCA), koin yang merangsang thrombus, cairan embolik, atau balon kecil ke dalam nidus AVM. Tujuan dari embolisasi adalah untuk memblokir aliran darah dengan kecepatan tinggi dari sistem arteri yang bertekanan tinggi ke dalam sistem vena. Embolisasi serial yang dilakukan dapat mengurangi ukuran AVM sehingga memudahkan tindakan reseksi dan radio fokal yang akan dilakukan.
  • Radiosurgery : Radiosurgery umumnya merupakan pilihan yang digunakan untuk mengobati AVM yang ukurannya < 3cm. Proton beam, linear accelerator, atau metode gamma knife digunakan untuk memberikan radiasi dosis tinggi pada AVM sambil meminimalkan efek ke jaringan otak sekitarnya. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu hingga 1-3 tahun untuk terjadinya thrombis AVM sehingga pasien berisiko mengalami perdarahan selama masa pengobatan.


Sumber